-
Berdirinya AFTA SEJAK 1992
I. AFTA dilakukan secara bertahap
1. Perdagangan bebas ASEAN (AFTA = ASEAN Free Trade Area) disetujui pada KTT-ASEAN di Singapura tahun 1992, dengan tujuan untuk meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dan pendayagunaan bersama semua sumber daya dari dan oleh negara-negara ASEAN. Pada waktu disetujuinya AFTA tersebut, target implementasi penuhnya adalah pada 1 Januari 2008, dengan cakupannya adalah produk industri.
2. Sejak tahun 1993, dimulailah program penurunan tarif masing-masing negara ASEAN-6, melalui penyampaian Legal Enactment yang dikeluarkan setiap tanggal 1 Januari. Di Indonesia Legal Enactment tersebut berbentuk SK Menteri Keuangan tentang CEPT-AFTA (Common Effective Preferential Tariff for AFTA).
3. Pada tahun 1994, sidang Menteri Ekonomi ASEAN memutuskan untuk mempercepat implementasi penuh AFTA menjadi 1 Januari 2003, dengan cakupannya termasuk produk hasil pertanian.
4. Pada tahun 1998, KTT-ASEAN di Hanoi mempercepat implementasi penuh AFTA menjadi 1 Januari 2002, dengan fleksibilitas. Fleksibilitas disini berarti bahwa beberapa produk yang dirasakan masih belum siap, dapat ditunda pelaksanaannya sampai 1 Januari 2003.
5. KTT-ASEAN tahun 1998 tersebut juga menyepakati target-target penurunan tarif sebagai berikut:
a. Tahun 2000: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif yang dimasukkan dalam Inclusion List (IL).
b. Tahun 2001: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh pos tarif yang dimasukkan dalam IL.
c. Tahun 2002: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh pos tarif yang dimasukkan dalam IL, dengan fleksibilitas.
d. Tahun 2003: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh pos tarif yang dimasukkan dalam IL, tanpa fleksibilitas.
Negara-negara ASEAN telah memasukkan semua produknya kedalam Inclusion List, kecuali produk-produk yang dikatagorikan sebagai General Exception (GE), Highly Sensitive List (HSL) dan Sensitive List (SL).
Produk yang dikatagorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional, keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-obyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkatagorikan produk-produk dalam kelompok senjata dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception.
Sedangkan produk-produk beras dan gula Indonesia yang dikatagorikan dalam Highly Sensitive List, masih dapat menerapkan tarif MFN sampai tahun 2010, kemudian mulai dari tahun 2010 sampai waktu yang tidak terbatas dapat menerapkan tarif maksimum 20%.
II. Posisi Perdagangan Indonesia dengan ASEAN 1996-2001
1. Selama periode tahun 1996-2001, rata-rata impor Indonesia dari Dunia sebesar USD 34,0 milyar, dan impor dari ASEAN sebesar USD 5,3 milyar atau sebesar 15,8% dari total impor.
2. Selama periode tahun 1996-2001, rata-rata ekspor Indonesia ke Dunia sebesar USD 53,5 milyar, dan ekspor ke ASEAN sebesar USD 9,2 milyar atau sebesar 17,2% dari total ekspor.
3. Selama tahun 1996-2001, ekspor Indonesia ke ASEAN meningkat rata-rata 2,73% per tahun, sedangkan impor Indonesia dari ASEAN menurun rata-rata -0,32% per tahun.
Secara umum data diatas menunjukkan bahwa posisi perdagangan Indonesia di ASEAN adalah mantap.III. Kriteria produk untuk dapat menikmati konsesi CEPT-AFTA
Tidak semua produk yang beredar dalam pasar regional ASEAN dapat menikmati konsesi CEPT-AFTA, yaitu tarif 0-5%.
Produk yang dapat menikmati konsesi CEPT-AFTA haruslah memenuhi persyaratan berikut :
a. Tercantum dalam Inclusion List (dalam bentuk Legal Enactment) di negara tujuan maupun negara asal, sebagai pelaksanaan prinsip Reciprocity (timbal-balik).
b. Memenuhi kandungan ASEAN content minimum 40%.
c. Menggunakan Surat Keterangan Asal - Form D.
Di Indonesia, penerbitan Form D bagi produk-produk ekspor ke ASEAN yang akan memanfaatkan konsesi CEPT-AFTA dilaksanakan oleh instansi yang telah diberi wewenang di daerah, yaitu Dinas Industri dan Perdagangan yang berada dibawah Pemda Propinsi, Kabupaten, maupun Kota, dengan tidak dikenakan biaya.
IV. Opsi untuk mengamankan produk Indonesia dari lonjakan impor
Persyaratan kandungan ASEAN 40% yang harus dipenuhi bagi produk-produk untuk mendapatkan konsesi CEPT-AFTA, akan secara otomatis membatasi produk-produk dari luar ASEAN untuk turut menikmati konsesi CEPT-AFTA ini.
Selain itu, opsi-opsi berikut ini dapat dipakai bila produksi dalam negeri Indonesia mengalami tekanan yang berat dari produk-produk impor ASEAN:
a. Protocol regarding the implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List
Protocol ini menjadi dasar bagi suatu negara untuk dapat menunda keikutsertaannya dalam AFTA bagi produk-produknya yang termasuk dalam grup terakhir yang dimasukkan dalam IL di tahun 2000 (Last Tranche). Namun penundaan ini haruslah disertai dengan pemberian kompensasi kepada negara-negara ASEAN yang merasa dirugikan.
b. Article 6 dalam CEPT Agreement (Emergency Measures)
Article 6 ini dapat dipakai sebagai dasar untuk menerapkan emergency measures berupa hambatan tarif atau non-tarif bagi produk-produk dalam negeri yang "menderita" (injury), sebagai akibat melonjaknya laju impor produk-produk dari negara ASEAN.
V. Mekanisme Sengketa dalam AFTA
Dalam perjanjian CEPT-AFTA, perselisihan atau sengketa dapat diproses penyelesaiannya secara formal melalui Dispute Settlement Mechanism. Namun dalam prakteknya tidak ada sengketa yang diproses secara formal melalui mekanisme ini. Sengketa yang terjadi diselesaikan melalui semangat ASEAN dan secara kekeluargaan, melalui pertemuan yang bertingkat-tingkat dalam Working Group, Senior Economic Official Meeting (SEOM), AFTA Council dan Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM).
Departemen Perindustrian dan Perdagangan
Sumber: http://www.depperin.go.id/Related Posts :
0 komentar: