• Teknik Wawancara dan Reportase

    Melakukan teknik wawancara reposrtase adalah gampang-gampang susah. Karena tidak ada teknik tertentu yang mematok cara kerja wartawan. Teori yang diberlakukan dilembaga pendidikan diajarkan ke mahasiswa sesuai dengan konsep akademik (kurikulum). Pada kenyataannya di lapangan terkangan membuat para calon wartawan akan mengalami konsidi yang berat.

    Kesulitan bisa saja dihadapi jika hanya mengandalkan intink tanpa menguasai persoalan yang dikonfirmasikan ke narasumber. Dalam hal ini bisa saja narasumber lebh pintar dibanding wartawan itu sendiri. Akibatnya posisi wartawan menjadi bulan-bulanan karena ditak menguasai persoalan yang ditanyakan. Dengan demikian wartawan bisa mendapat predikat jurnalis goblok dari narasumber.

    Tidak sedikit narasumber yang paham akan tugas kewartawanan. Bahkan mereka memahami Kode Etik Jurnalistik dan Undang-undang No. 40 tahun 1999 tentang pers. Oleh karena itu sebelum melakukan investigasi ke lapangan, setidaknya perlu memahami persoalan yang akan dikofirmasikan ke narasumber.

    Apa dasar dari persoalan yang harus dikembangkan ke narasumber? Jawabnya adalah fakta. Fakta adalah bukti riil mengenai suatu persoalan. Oleh karena itu untuk membuat berita sesuai fakta, wartawan harus berusaha menggali data dari berbagai sumber. Dengan penguasaan fakta, wartawan akan percaya diri untuk menggali data seakurat mungkin.

    Sesuai dengan format 5 W (what, why,where, when, and who) + 1 H (how), yang pertama dilakukan adalah melihat fakta dilapangan (dikelurahan apa = what). Mengapa kebakaran terjadi (why). Dari mana sumber api (where), kapan apai mulai terlihat (when), dari rumah siapa saja asal api tersebut (who), dan bagaimana keadaan kelurahan itu setelah terjadinya kebakaran (how).

    Dari kejadian itu wartawan dapat langsung mewawancarai saksi mata, korban kebakaran, pemilik rumah asal api, ketua RT, lurah, camat, walikota, petugas pemadam kebaran, atau pihak kepolisian.

    Dari investigasi itu akan diperoleh data tentang berapa jumlah rumah yang terbakar, kerugian harta benda, nyawa, serta hal lain yang terkait fakta kejadian.

    Cara efejtif melakukan wawancara adalah memahami persoalan yang harus ditanyakan. Namun secara psikis, pendekatan ke sumber harus dengan nilai etika (etika kepribadian).

    Jika tidak melakukan itu, banyak nara sumber yang malas untuk bicara apalagi tampilan seorang wartawan yang kurang sopan dengan pakaian yang tidak pantas (asal). Kondisi ini membuat tidak akan terjalin huhungan yang harmonis. Nara sumber akan menampilkan wajak bertekuk dengan roman yang kurang bersahaja.

    Disinilah perlunya wartawan untuk instrospeksi diri. Ketika melaksanakan tugas wawancara seorang pejabat dikantornya, sebagai tamu harus menampilkan kesopanan membuat suasana situasi yang bersahabat dan akrab. Dengan begitu tugas memperoleh data akan semakin besar peluangnya memperoleh data yang akurat.

    Jika melakukan investigasi soal korupsi, wartawan mesti berhati-hati. Biasanya, fakta yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan, membuat sumber yang telibat dalam kasus ini akan menampilkan temperamen yang tinggi. Bisa-bisa disaat kita melakukan wawancara akan terjadi body contact (pertikaian fisik). Contoh kasus Udin –wartawan surat kabar Bernas—yang tewas oleh pihak-pihak tertentu saat melakukan investigasi di lapangan.

    Oleh Anto Narasoma
    Wartawan Senior Sumatera Express

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post