• Perbankan Syariah dan Koperasi

    Perbankan yang terdiri dari Bank Umum (BU) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) boleh menggunakan bentuk badan hukum koperasi (UU 10/1998 Pasal 21). Sedang perbankan syariah yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) tidak boleh menggunakan bentuk badan hukum koperasi. Akan timbul pertanyaan mengapa badan hukum koperasi tidak boleh menyelenggarakan perbankan syariah. Atau badan hukum koperasi dianggap tidak memadai, atau dalam proses penyusunan UU Perbankan Syariah tidak ada lobi dari pihak koperasi untuk memperjuangkan agar koperasi dimasukkan sebagai salah satu bentuk badan hukum yang dapat menyelenggarakan perbankan syariah. Atau karena pengalaman UU Perbankan yang memberi kesempatan kepada koperasi, tetapi tidak satupun BU yang berbadan hukum koperasi, dan hanya beberapa BPR yang berbadan hukum koperasi atau Koperasi BPR (KBPR).

    Penyelenggaraan perbankan syariah hanya boleh menggunakan badan hukum PT (UU 21/2008 Pasal 7). Meskipun badan hukum PT sifatnya netral dan dapat digunakan oleh siapa saja, tetapi tanpa pembatasan tertentu PT akan lebih mudah digunakan oleh sekelompok investor antara lain untuk menyelenggarakan perbankan syariah. Umumnya bertujuan untuk mencari keuntungan, dan menjadikan nasabah pengguna jasa sebagai obyek. Sekarang ini sedang ada perdebatan tentang pembiayaan syariah yang dianggap relatif mahal bagi nasabah pengguna jasa, dan sebaliknya investor deposan memperoleh bagi hasil yang relatif tinggi dibanding bunga bank konvensional. Memberi kesan bahwa pembiayaan syariah lebih menguntungkan orang kaya yang menjadi investornya. Tanpa kebijakan yang berorientasi atau bepihak kepada nasabah pengguna jasa, maka nasabah pengguna jasa akan tetap dalam posisi lemah dan tidak ada yang membela.

    Mempertajam prinsip-prinsip berdasar syariah perlu dilakukan untuk mencegah jangan sampai perbankan syariah berorientasi kepada investor atau bersifat kapitalistik. Sebaliknya perbankan syariah perlu didorong untuk lebih berorientasi kepada pengguna jasa yang dalam posisi lebih lemah. Spirit syariah adalah membela yang lemah, dimana orang kaya dilarang menumpuk-numpuk harta, yang di dalamnya terdapat hak orang miskin, wajib membayar zakat dan dianjurkan mengeluarkan infak dan sedekah, serta harus berbagi makan dengan si miskin kalau tidak mau disebut pendusta agama. Harta berasal dari Allah dan harus digunakan di jalan Allah pula. Prinsip-prinsip berdasar syariah tersebut perlu dijadikan acuan dalam pelaksanaan perbankan syariah. Selain itu nilai-nilai yang sesuai dengan prinsip syariah yaitu keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan perlu menjadi landasan pula.

    Perusahaan atau bentuk badan hukum yang berorientasi kepada pengguna jasa antara lain adalah mutual company (onderlingen; perusahaan bersama; PB) dan koperasi. PB adalah perusahaan tanpa pemilik atau pemegang saham, dimana kebijakan dan keuntungan berasal dan untuk pengguna jasa. Pada awal pendirian PB dapat dilakukan dengan mengeluarkan saham, tetapi setelah berjalan dan cadangan tersusun maka saham tersebut ditarik kembali. PB disejajarkan dengan koperasi, karena itu ketika International Cooperative Alliance (ICA) menyusun daftar 300 koperasi terbesar dan terkaya di dunia (Global-300) PB termasuk di dalamnya. Bentuk PB di negera maju cukup prospektif dan umumnya digunakan untuk perusahaan asuransi. Di Indonesia tidak ada UUnya, sehingga orang tidak bisa lagi mendirikan PB. Pada zaman penjajahan Belanda PB dapat didirikan dengan menggunakan UU Belanda, umpamanya Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputra. Karena perusahaan asuransi menurut ketentuan UU yang berlaku harus menggunakan badan hukum PT atau koperasi, maka eksistensi AJB Bumiputra merupakan kekecualian di dalam UU asuransi.

    Di zaman penjajahan Belanda terdapat koperasi berdasar hukum Belanda dan koperasi berdasar hukum Indonesia (UU koperasi 1927), serta PT berdasar hukum Belanda dan PT berdasar hukum Indonesia (Inlandsche Maatschappij op Andeelen; IMA, 1939) maka setelah kemerdekaan tetap ada UU Koperasi dan UU PT. Sedang pada waktu itu tidak ada UU PB berdasar hukum Indonesia, karenanya sekarang tidak ada UU PB. Karena PB tetap merupakan bentuk badan hukum yang prospektif di dunia terutama dalam penyelenggaraan perusahaan asuransi, maka sebaiknya UU PB perlu diadakan di Indonesia.

    Bank dengan badan hukum koperasi pernah ada, yaitu ketika Bank Bukopin belum dirubah menjadi berbadan hukum PT. Bank Bukopin merupakan bank yang didirikan dan dimiliki oleh berbagai jenis koperasi, dan diharapkan dapat mendukung permodalan koperasi. Suatu ketika Bank Bukopin mengalami kesulitan akibat ekspansi kredit, dan kesulitan itu hanya dapat diatasi dengan menambah modal. Koperasi anggota tidak mampu menambah modal, sedang pihak lain enggan memasukkan modal kepada koperasi. Karena yang dipilih adalah kebijakan untuk mempertahankan dan menyelamatkan Bank Bukopin, maka diputuskan merubah badan hukum menjadi PT sebagai jalan bagi pihak lain untuk memasukkan modal. Pemerintah yang pertama membeli saham bank Bukopin, diikuti oleh koperasi karyawan dan yayasan di lingkungan Bulog, dan koperasi karyawan di lingkungan perusahaan perhutanan. Dengan tambahan modal itu Bank Bukopin dapat diselamatkan dan berkembang kembali. Pernah ada upaya mengembalikan Bank Bukopin berbadan hukum koperasi, tetapi kalau tidak ada mekanisme dan kemampuan menambah modal yang mungkin diperlukan untuk menyelesaikan masalah, atau mengembangkan usaha, atau ketentuan pemerintah untuk menambah modal, maka masalah yang pernah dialami Bank Bukopin bisa berulang kembali. Mungkin badan hukum koperasi yang sifatnya khusus (special legal status) dengan kekhasan yang dibuat berbeda dengan perusahaan pada umumnya menyebabkan koperasi mengalami kesulitan dalam lingkungan dunia usaha, umpamanya dalam usaha perbankan dan sektor riil.

    Pengalaman di luar negeri menunjukkan bahwa bank koperasi (bank of cooperatives; bank milik koperasi) didirikan tidak untuk mendukung permodalan koperasi. Sebaliknya didirikan setelah koperasi berkembang dan memiliki kelebihan modal, yang memerlukan bank koperasi untuk menyalurkan kelebihan modal kepada pihak lain. Umpamanya sebuah bank koperasi di Perancis (Credit Mutuel) mewajibkan koperasi anggota mengumpulkan 50% dari modalnya, yang berarti anggota cukup menggunakan 50% modal untuk melayani anggota (perseorangan). Kegiatan bank untuk melayani anggota sangat terbatas, hanya jika pada waktu tertentu diperlukan untuk membantu likuiditas dan supervisi kepadai anggota yang mengalami kesulitan. Sedang bank untuk koperasi (bank for cooperatives) yang didirikan oleh beberapa pemerintah di negara berkembang ditujukan untuk membantu permodalan koperasi. Umpamanyai Bank for Agriculture and Agricultural Cooperatives (BAAC) di Thailand, Land Bank of the Philippines, dan Indonesia pernah mempunyai Bank Koperasi, Tani dan Nelayan (BKTN). Bank ini selalu berkait antara pertanian dan koperasi. Hanya koperasi pertanian yang mendirikan bank koperasi, karena mampu melakukan akumulasi modal akibat subsidi pemerintah bidang pertanian dan perkembagan teknologi yang mendonghkrak peningkatan produktivitas. Tidak ada jenis atau gabungan jenis koperasi lain yang mampu mendirikan bank koperasi, kecuali koperasi karyawan yang umumnya mendirikan perusahaan asuransi.

    Negara AS yang dianggap adi kuasa kapitalisme liberal dan demokrasi yang kelihatan sangar ‘bak pembunuh berdarah dingin’ dan kini sedang menjalani lakon sebagai pemicu krisis global pasar modal, ternyata merupakan salah satu negara yang koperasinya paling maju di dunia. Jumlah anggota koperasi 120 juta orang atau 40% jumlah penduduk, diantaranya 84 juta orang bergabung dalam sekitar 10.000 koperasi kredit yang memiliki aset sekitar 600 miliar USD. Dapat diperkirakan koperasi berperan dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, tetapi tidak muncul sebagai raksasa kapitalis-finans seperti Lehman Brothers, tetapi dalam satuan ‘kecil’ terutama koperasi kredit yang menyatu dalam kehidupan masyarakat.

    Belajar dari kenyataan diatas, maka tak perlu risau jika koperasi di Indonesia tidak ada yang mampu menyelenggarakan BU atau BUS, sampai koperasi mempunyai kelebihan modal yang dapat dipergunakan untuk mendukung bank koperasi. Memang diperlukan konsentrasi dan konsistensi kebijakan agar koperasi bisa berkembang tangguh dalam tataran lembaga keuangan yang dekat dengan masyarakat seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Kredit (Kopdit), Baitul Maal wat Tanwil (BMT) atau Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), serta BPR atau KBPR, dan BPRS. Dalam hubungan ini, UU Perbankan Syariah perlu memberi kesempatan koperasi untuk bisa menyelenggarakan BPRS.

    Oleh Sularso Martodiwiryo

    Related Posts :



2 komentar:

  1. Deni says:

    Wah...boleh ambil..tulisannya mas.

  1. Monggo. Sebagai Referensi Pak Sularso salah stu pakar di Koperasi di Indonesia.

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post