-
Vanili Warisan Bangsa Aztec
Tanaman vanili (vanilla planifolia Andrews) dikenal memiliki keharuman yang luar biasa sebagai bahan campuran makanan, minuman dan pewangi obat-obatan. Industri makanan menggunakan vanili sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Sementara industri farmasi menggunakannya sebagai pembunuh bakteri serta untuk menutupi bau menyengat dari bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang dibutuhkan industri bahan pengawat dan insektisida.
Dalam sejarahnya, tanaman vanili pertama kali ditemukan bangsa Aztec, di hutan Meksiko, sekitar tahun 1530. Penduduk asli Meksiko memang telah lama mengenal buah vanili kering untuk dijadikan penyegar minuman cokelat, hal itu karena keharumannya. Tetapi vanili baru menjejak ke Eropa sekitar tahun 1721.
Dalam proses perkembangan biak, vanili akhirnya menyebar juga ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia yang kehadirannya dibawa bangsa Belanda sekitar tahun 1819. Tujuan awalnya tanaman vanili di tanam di Kebun Raya Bogor, untuk memperkaya koleksi taman botani yang digagas Prof Dr. Reinwadt. Baru sekitar tahun 1864, vanili menyeberang ke Temanggung, Jawa Tengah. Selanjutnya, tanaman tersebut menyebar ke beberapa wilayah seperti Bali, Jateng, Jatim, Sumut, Sumsel, Sulsel, Sulteng, Sulut, NTB, NTT dan Papua.
Sekitar tahun 1960 sampai 1970, pulau Jawa menjadi daerah terpesat dalam proses perkembangan tanaman vanili. Banyak bermunculan sentra tanaman vanili memungkinkan komoditi ini untuk diekspor. Sehingga wajar jika vanili Indonesia lebih dikenal dengan nama Java Vanilla Beans.
Dalam lingkupnya, vanili termasuk dalam familia anggrek-anggrekan (orchidaceae). Meski memiliki bunga yang indah, tetapi letak kelebihan vanili justru ada pada buahnya. Tercatat setidaknya ada 50 spesies vanilla. Beberapa jenis yang terkenal seperti vanilla planifolia, vanilla pompona dan vanilla garneri. Jenis vanilla planifolia paling banyak ditemukan di Indonesia.
Mengenai proses tumbuh kembangnya, ketinggian tempat pada lokasi pertumbuhan vanili sangat berpengaruh. Ketinggian yang paling baik terletak antara 400 sampai 600 meter di atas permukaan laut. Sementara penyakit yang selama ini sering diderita tanaman ini berupa penyakit busuk batang, penyimpangan musim dan pencurian.
Penyimpangan musim umumnya juga menjadi masalah apabila musim kering berlangsung sedikit lebih lama. Sebab vanili yang kekeringan pertumbuhannya akan terhambat sehingga rentan gagal panen. Tetapi tanaman ini tahan lebih lama pada musim hujan.
Komoditi Ekspor
Harga jual vanili yang lumayan tinggi, setidaknya hal inilah yang memicu minat pencuri untuk beraksi. Oleh karena itu, dalam budidayanya, kalangan petani sudah sejak dini atau masa awal tanam mengantisipasi.
Vanili selama ini merupakan salah satu komoditi perkebunan yang cukup penting dan bernilai ekonomi tinggi. Sementara vanili sendiri saat ini masih dikategorikan sebagai komoditi non tradisional, atau komoditi yang memiliki volume ekspor masih rendah tetapi bernilai tinggi.
Komoditi vanili ini ditujukan untuk pasar ekspor serta kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data ekspor tahun 2001, vanili lokal diekspor dalam bentuk buah utuh kering dan vanili bentuk lainnya yang berjumlah 469 ton dengan nilai ekspor sebesar 19.309.437 dollar AS. Dengan bertambahnya penduduk dunia, diperkirakan juga akan terus meningkatkan jumlah permintaan terhadap komoditi ini. Pasar utama vanili diantaranya Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Swiss dan Australia.
Meski merupakan negara pengekspor vanili, tetapi Indonesia tidak luput dari masalah perkembangan ekspor yang cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Hal tersebut karena proses penanganan pasca panen dan pengelolaan budidaya yang belum memadai. Mengingat prospek nilai ekonominya yang cukup tinggi, seharusnya tanaman ini mendapatkan proses penanganan yang berkembang dan insentif terutama untuk sistem pengolahan, budidaya dan penanganan pasca panen. Sehingga hasilnya bukan saja meningkat secara kuantitas tetapi juga kualitas.
Harga Jadi Daya Tarik Petani
Salah satu sentra perkebunan vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Borong. Berdasarkan data Dinas Perkebunan dan Holtikultura, Kabupaten Manggarai, pada tahun 2005, setidaknya sekitar 203 kepala keluarga di wilayah tersebut membudidayakan tanaman vanili dengna luas lahan sekitar 107 hektar. Tingkat produktivitas tanaman vanili di Kecamatan Borong sekitar 177, 42 kg/ha. Hampir semua komoditi yang diperdagangkan berupa buah segar yang baru dipetik dari pohon.
Harga jual yang cukup mahal nampaknya menjadi daya tarik tersendiri bagi petani di lokasi ini untuk menanam vanili. Berbeda dengan petani di wilayah lain yang kerap kesulitan dalam proses tanam vanili, petani di wilayah ini justru merasa bertanam vanili sebagai suatu hal yang menyenangkan karena dipastikan dapat meraup banyak uang. Dapat dimaklumi, petani di wilayah ini bahkan tidak mengerti dalam urusan pemberian pupuk. Mereka umumnya menganggap vanili sebagai tanaman yang tidak membutuhkan perawatan rumit, juga tanpa hama dan penyakit yang sukar untuk ditanggulangi.
Sementara itu, nasib petani di Sumedang, Jabar, juga ikut bersinar karena vanili. Petani vanili di Desa Padasari, Kecamatan Tanjungkerta, Kabupaten Sumedang yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Bagja Jaya, telah berhasil meningkatkan produktivitas panen vanili sekaligus peluang pasar dengan penawaran harga yang menjanjikan. Pihak petani tersebut bekerja sama dengan Perhutani KPH Sumedang.
Ketua KTH Bagja Jaya, Entis Sutisna, mengungkapkan, bersama sekitar 24 anggotanya selama ini telah membudidayakan vanili. Menurutnya, setiap batang rumpun vanili anggotanya menghasilkan sekitar 0,5 kg vanili basah tiap satu kali masa panen. Rata-rata tiap anggota kelompoknya telah memiliki dan memelihara sekitar 200 batang rumpun vanili yang sebagian besar merupakan tanaman usia produktif.
Mengenai harga jual, dijelaskan Entis, pada tahun 2005 harga vanili basah dapat mencapai harga sekitar Rp 500 ribu/kg dan sekitar Rp 1,2 juta sampai Rp 2 juta/kg untuk vanili kering. Suatu harga yang benar-benar menggiurkan. Ditambahkan Entis, untuk 5 kg vanili basah jika dikeringkan dapat menghasilkan sekitar 1 kg vanili kering. Sementara untuk satu hektar tanaman vanili, membutuhkan biaya pemiliharaan sekitar Rp 5 juta.
Meski mampu mencapai harga yang menjanjikan, tetapi proses pengembangan dan budidaya vanili tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sifat tanaman vanili umumnya tidak dapat bertahan hidup dan produktif lebih dari tiga kali panen. Sehingga untuk menjaga dan mengembangkan produktivitas budi daya vanili membutuhkan perluasan lahan. Tetapi ini juga dapat faktor penghambat ketika lahan yang dimiliki petani terbatas.
Tetapi masalah tersebut nampaknya tidak dialami pihak petani anggota KTH budi daya vanili Sumedang yang berada di sekitar kawasan hutan lindung milik Perhutani KPH Sumedang wilayah BKPH Tampomas, termasuk mereka yang tergabung dalam KTH Bagja Jaya. Karena proses pengembangan budi daya vanili di wilayah tersebut telah mendapat puluhan hektar kawasan hutan lindung dengan cara tumpang sari melalui pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Walau demikian, masalah lain yang kerap menghambat produktivitas vanili petani di wilayah tersebut tetap ada, seperti memberantas penyakit busuk pangkal yang sering menyerang dan mematikan tanaman vanili mereka. Untuk tahap penanggulangannya, dicoba proses pengembangan jamur prusarium yang mampu menjadi predator atau pembunuh virus pembusuk batang vanili.
Vanili banyak digunakan sebagai bahan pembantu industri makanan dan pewangi obat-obatan, (flavour and fragrance ingredients). Industri makanan yang banyak menggunakan vanili sebagai bahan bakunya adalah industri biskuit, gula-gula, susu, roti, dan industri es krim. Industri makanan menggunakan vanili sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai pembunuh bakteri dan untuk menutupi bau tidak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida.Related Posts :
0 komentar: