-
Kerajinan Genderang Bisnis Alat Marching Band
Usaha pembuatan alat-alat marching band saat ini masih belum marak. Jeli melihat pangsa pasar, dan meraih hasil manis, itulah yang kini dirasakan Joko Purnomo melalui usaha berbendera Wasito Putera.
Marching band identik dengan perayaan-perayaan resmi, seperti hari kemerdekaan nasional, dan hari-hari penting lainnya. Konon, marching band lahir pasca Perang Dunia II.
Kini Marching Band kian berkembang dan menjadi kegiatan yang digandrungi anak-anak muda, serta tidak terbatas pada kegiatan parade saja. Marching band sudah merupakan sejenis hiburan atau acara musik yang kaya warna, baik musikal maupun visual. Marching band tidak terbatas pula memainkan lagu-lagu mars, tapi sudah merambah aneka lagu berirama pop, jazz, atau klasik.
Seolah berpacu dengan maraknya kegiatan marching band, bisnis berhubungan dengan peralatan marching band yang ditekuni Joko Purnomo tidak kalah pula maraknya. Usaha pengrajin dan distributor perlengkapan musik, drum band, dan marching band ini sudah berlangsung sejak 1960. Usaha ini didirikan oleh keluarga Joko. “Awalnya saya hanya bekerja menjadi sales untuk membantu orang tua,” paparnya kepada PIP baru-baru ini.
Setelah mengabdi selama 10 tahun, akhirnya Joko memutuskan untuk mandiri dengan membuat usaha yang sama seperti orang tuanya. “Tadinya saya enggak diizinkan oleh orangtua,” kata Joko. Namun, dengan modal nekat dan semangat, akhirnya dia diizinkan oleh orangtua dan jadilah Wasito Putera generasi dua berdiri. “Pokoknya babat alas,” ujar Joko dengan logat Jawa yang kental.
Asal muasal usaha marching band ini, yaitu ketika pihak Keraton Yogyakarta menyervis alat tiup sangsakala kepada orang tua Joko Purnomo. Setelah sangsakala tersebut berfungsi, kembali orangtuanya mendapat order serupa dari orang lain, termasuk mereparasi alat musik tambur.
Dari sanalah kemudian ide membuat usaha peralatan marching band tercipta. Dengan berbekal keahlian membetulkan alat-alat musik, Prapto Joyo Wasito, selaku generasi pertama dari Wasito Putera, memberanikan diri dengan terlebih dahulu membuat alat musik drum band, setelah itu berkembang dengan membuat alat-alat musik marching band.
Dengan berbekal modal melanjutkan dari orangtua, Joko meneruskan usaha pembuatan alat-alat marching band pada 1993. “Saya sudah mandiri sekitar tahun 70-an,” kata Joko.
Joko menjadikan rumahnya di Jalan Pangeran Wirosobo UH VI/651 Yogyakarta sekaligus sebagai bengkel kerja (workshop) untuk pembuatan alat-alat marching band. Dibantu sebanyak 10 karyawan, Joko setiap hari mampu membuat alat-alat marching band satu atau dua unit. Selain membuat alat musik drum band, dia juga membuat berbagai kostum marching band. Semua karyawan mempunyai tugas sesuai dengan bidang masing-masing. “Kesepuluh karyawan sudah bisa mengerjakan semua tugas, saling melengkapi, dan semua harus bisa,” ujar bapak dengan dua orang anak ini. Namun, ketika pesanan membludak, Joko merekrut sejumlah pekerja kontrak di Wasito Putera.
Tak Kalah dari Impor
Urutan pembuatan drum band pun tidak terlalu rumit. Pertama yang harus dilakukan adalah body drum dilapisi dengan kayu lapis pilihan, digulung lalu dilapisi satu persatu secara berulang-ulang, sehingga menghasilkan body drum yang kuat. Setelah itu di press menggunakan ring besi, diberi warna, diberi ring yang telah jadi, diberi drumhead dari luar negeri, lalu stem dan finishing.
Tentang drumhead buatan luar negeri, Joko menjelaskan, drumhead impor kualitasnya bagus dan tidak cepat rusak. “Saya bisa membuat drum band dengan drumhead buatan lokal, tapi kualitasnya kurang bagus dan cepat rusak, jadi terserah pelanggan saja,” katanya ramah.
Walaupun drumhead dari luar negeri berkualitas, tapi kualitas alat marching band buatan Joko juga tidak kalah, dan tetap diutamakan. Tidak heran, produksi Wasito Putera telah melanglang dari Sabang sampai Merauke alias merambah pasar nasional. “Untuk pemasaran produk, saya biasanya bekerja sama dengan pelatih-pelatih marching band,” ungkapnya.
Harga yang dipatok pun tidak terlalu mahal. Misalnya, satu unit drum band untuk tingkat taman kanak-kanak (TK) dihargai sekitar Rp 4 juta-Rp 6,5 juta, untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) Rp 7,5 juta sampai Rp 15 juta, dan untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Harga yang disebutkan tadi hanya patokan standar dari harga yang Joko berikan, tetapi harga dari 1 unit drum band juga tergantung dari keinginan pemesan juga, jadi Joko hanya mengikuti saja. “Kalau bahasanya sekarang jemput bola, yang penting gol dan bisa melayani dari segi harga dan terutama kualitas,” tuturnya.
Seiring dengan kebutuhan akan alat-alat marching band untuk perayaan-perayaan hari-hari besar, maka pesanan untuk Wasito Putera pun semakin membludak. Omset yang didapat juga lumayan. Untuk omset pada bulan-bulan bagus seperti Juni, Juli dan Agustus, Joko beserta karyawannya membuat 10 unit drum band dan bisa meraup untung Rp 100 juta per bulan, tetapi pada hari biasa Joko mendapat omset sebesar Rp 20 juta per bulan “Biasanya bulan yang banyak pesanan itu bulan Juni, Juli dan Agustus, karena akan dipakai pada hari kemerdekaan,” papar Joko.
Kiat usaha sukses menurut pria kelahiran tahun 1975 ini adalah, carilah harta sebanyak-banyaknya untuk beribadah, untuk tujuan di akhirat bukan di dunia. Jika ditanya kendala, menurut Joko semua usaha pasti ada kendala, salah satunya adalah persaingan dari harga. Semua pengrajin alat-alat marching band di Yogyakarta, sekarang sedang berlomba menurunkan harga jual, tetapi tidak dengan Wasito Putera. “Harga jual alat drum band kita tidak diturunkan, tetapi kualitas kita tingkatkan,” kata Joko. Selain kualitas, pelayanan juga ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Ke depan Joko berharap bisnisnya membuat alat-alat marching band bertambah luas dengan membuka toko alat-alat musik. Hal itu turut membuka lapangan kerja, sekaligus beribadah. Semoga.Related Posts :
0 komentar: