• Wakerefen Food Corp.- Koperasi Ritel AS


    Dengan iklim liberal, persaingan bisnis di AS memang tidak memberi tempat untuk yang lemah. Tapi, koperasi bisa menjadi solusi bagi pengusaha kecil untuk bertahan bahkan mengembangkan bisnisnya, seperti yang dibuktikan Wakerfen Food Corp.

    Panggung bisnis ritel di Ame­rika Sekirat (AS), ibarat arena para gladiator yang bertarung secara bebas. Yang kuat, bisa leluasa menebas yang lemah hingga tersungkur tak berdaya. Perusahaan ritel yang disokong modal besar, me­rajalela dengan skala bisnis yang makin membesar, meminggirkan pe­rusahaan sejenis yang hidup de­ngan modal kecil.

    Namun, bukan berarti ruang gerak si kecil benar-benar habis. Pada 1946, sejumlah pengusaha ritel “warungan”, menemukan stra­tegi jitu untuk menghadapi per­saing­an dengan peritel raksasa: membentuk koperasi! Louis Weiss, Sam, Al Aidekman, Abe Kesselman, Dave Fern, Sam Garb dan Albert Goldberg, memelopori pembentuk­an koperasi ini, yang diproklamirkan pada 5 Desember 1946.

    Setiap anggota yang berga­bung, diwajibkan menyetor modal 1000 dolar AS. Dengan modal yang terkumpul, lantas mereka pun ber­ge­rak dengan bendera Wakerefen Food Corp, ke dua arah sekaligus, yaitu ke beberapa suplayer supaya mendapatkan harga yang lebih murah, dan ke konsumen dengan memberikan harga bersaing dan pelayanan prima.
    Pada 1951, koperasi memutuskan untuk menggunakan nama ShopRite, sebagai brand untuk semua toko yang dimiliki anggota. Langkah ini terbukti jitu mendongkrak omset penjualan, sekaligus menarik anggota baru, hingga jumlahnya mencapai 50 orang. Dengan tambahan jumlah anggota, modal koperasi menjadi makin berotot. Perluasan bisnis pun dilakukan, mulai dari pembangunan gudang sampai pembelian truk untuk
    memperlancar distribusi.

    Setelah sepuluh tahun berjalan, jumlah anggota bertambah lagi menjadi 70 orang. Sedangkan vo­lume penjualan seluruh toko ShopRite sudah menyentuh angka 100 juta dolar AS per tahun. Namun, bukan berarti perjalanan bisnis koperasi mulus-mulus saja. Pada akhir 60-an, volume penjualan koperasi anjlok hampir setengahnya, karena ekspansi yang terlalu jauh hingga banyak melayani non-anggota.

    Pengalaman buruk itu, langsung menyadarkan koperasi, untuk kembali fokus melayani toko-toko milik anggota. Agar daya serap barang-barang dari grosir koperasi makin meningkat, anggota yang memiliki toko ShopRite didorong untuk melakukan ekspansi. Dalam waktu tiga tahun, langkah ini berhasil mengembalikan kerugian yang diderita akibat anjloknya volume penjualan.

    Pembenahan juga dilakukan pada struktur koperasi, terutama sepanjang era 70-an, sebagai dasar untuk pengembangan usaha yang lebih luas. Salah satu pembenah­an yang paling penting dilakukan, adalah penerapan secara konsisten prinsip one man one vote, satu anggota satu suara, dalam pengambilan keputusan strategis. Setiap anggota memiliki suara yang sama, tanpa memandang jumlah toko yang mereka miliki.

    Sejak saat itu, ShopRite tumbuh sebagai jaringan ritel milik koperasi terbesar di AS. Sekarang, Koperasi Wakerefen terus berkembang, de­ngan jaringan hingga meliputi wilayah New Jersey, New York, Connecticut, Pennsylvania, Delaware, Massachusetts, dan Rhode Island. Kantor pusat koperasi sendiri berada di Elizabeth, New Jersey. Hubung­an dengan pemasok juga sudah makin luas, hingga ke luar negeri. Merek ShopRite sendiri sudah sangat kuat, sehingga dijadikan merek untuk beberapa produk makanan. Merek lainnya adalah PriceRite.

    Penggunaan merek tersebut, dilakukan terhadap produk, atas kerja sama dengan pemasoknya. Namun, koperasi cukup ketat menerap­kan syarat pada sebuah produk, untuk mendapatkan label ShopRate atau PriceRite, karena menyangkut standar kualitas.
    Dengan mengusung misi helping small business succeed in a big business world, Koperasi Wakerefen tak berhenti melakukan berbagai inovasi bisnis, hingga benar-benar menjadi benteng yang kukuh bagi pengusaha ritel kecil yang menjadi anggotanya, dari gempuran ritel raksasa. Sarana pendukung pun, makin lengkap. Anggota koperasi, mendapatkan pelayanan prima, mulai dari kecepatan pasokan yang didukung armada transportasi milik koperasi, asuransi untuk menjamin kualitas produk, sampai dukungan teknis pengembangan toko, mulai dari manajemen dan permodalan.

    Bisnis koperasi sendiri, sudah banyak mengalami diversifikasi. Di samping sebagai pemasok barang untuk toko-toko milik anggota yang menjadi core business, kope­rasi ju­ga menggarap bisnis computer, pe­­masaran, periklanan dan penga­daan berbagai merchandising.

    Pada 1990, ShopRite memperkenalkan Price Plus Club Card untuk seluruh konsumen, menggantikan kartu keanggotaan sebelumnya yang bernama Courtesy Card. Kartu ini, menawarkan banyak keuntung­an pada konsumen, sehingga me­reka menjadi pelanggan setia ja­ringan ShopRite.

    Untuk makin mendekatkan diri dengan komunitas, koperasi juga melakukan berbagai kegiatan promosi, seperti menyeponsori bebagai kegiatan olah raga yang popu­ler di AS seperti basket, softball dan soccer. Bahkan koperasi secara rutin aktif dalam bermacam kegiatan sosial, dalam skala yang sangat luas.

    Koperasi Wakerefen, merupa­kan contoh prototipe koperasi yang bisa dikatakan benar-benar ‘bergaya America’ (American Style), yang dibentuk oleh iklim ekonomi liberal tulen. Koperasi sepenuhnya berge­rak sebagai badan usaha murni, seperti terlihat pada nama besar yang diusungnya, yaitu Wakerefen Food Corporation (Corp). Nama koperasi sama sekali tidak dimun­culkan.

    Sebagai badan usaha, Wakerefen sepertinya tidak terlalu peduli dengan upaya untuk menambah jumlah anggota, agar lebih banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat ekonominya. Sekarang ini, jumlah anggotanya malah menyu­sut tinggal 45 orang saja. Karena skala usahanya yang sudah sangat besar, sulit bagi pengusaha ritel kecil lainnya untuk bergabung jadi anggota, karena harus membayar simpanan yang juga sangat besar.

    Jadi, Wakerefen nyaris sama de­ngan perusahaan ritel swasta, yang sahamnya dimiliki 45 orang. Namun, seperti sudah disebutkan, secara internal Wakerefen tetap menjalankan prinsip koperasi, terutama menyangkut pengambilan keputusan strategis. Suara setiap anggota atau pemegang saham, tetap saja satu (one man one vote).

    Dengan anggota yang hanya 45 orang, pengambilan keputusan memang bisa berlangsung relatif mudah. Sebagai pengusaha yang sudah besar dengan kepemilikan lebih dari satu toko, mereka bersikap sangat rasional. Setiap keputusan, selalu dilandasi oleh perhitungan sejauh mana bisa menguntungkan bisnis tokonya.

    Namun begitu, keberhasilan koperasi untuk tetap bertahan dengan prinsip one man one vote, tetap saja luar biasa. Di sini, kope­rasi berhasil melebur ego setiap anggota yang sudah mapan dan sangat rasional itu. Berkurangnya jumlah anggota, sebagian besar karena ada individu anggota yang mempunyai ego tinggi, kemudian memutuskan keluar karena merasa sudah bisa berjalan sendiri. Tapi, hal itu tidak masalah bagi koperasi, yang tingkat kemapanannya sudah hampir setara dengan raksasa ritel di AS lainnya. (Husni Rasyad-PIP)

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post