• Koperasi Petani Jepang -Japan Cooperative Farmer

    Dengan dukungan undang-undang yang dibuat secara khusus, koperasi petani di Jepang tumbuh dengan pesat, hingga merambah bisnis pebankan. Dengan kepak sayap bisnisnya yang meraksasa, kesejahteraan petani pun segera mengangkasa.

    HARGA beras di Jepang, termasuk yang paling mahal di dunia. Jangan salah, itu murni beras yang dihasilkan petani mereka sendiri. Beras impor, memang jauh lebih murah. Tapi jangan coba-coba. Konon, pernah terjadi, seorang menteri pertanian Jepang tergusur dari posisinya, gara-gara memberi angin pada beras impor.

    Petani Jepang, bukan hanya sejahtera secara ekonomi. Mereka juga punya posisi kuat secara politik. Tentu, pencapaian luar biasa ini tidak datang dengan sendirinya. Melalui koperasi yang populer dengan istilah kumiai, petani Jepang bahu-membahu membangun kekuatan ekonomi dan politik mereka.

    Semuanya dimulai pada tahun 1940-an. Tidak lama setelah luluh lantak akibat perang, Jepang melancarkan pembangunan di berbagai sektor. Untuk sektor pertanian, fokusnya bukan cuma tertuju pada aspek pengadaan pangan, tetapi juga sekaligus meningkatkan kesejahteraan petaninya.

    Koperasi petani Jepang yang kemudian dikenal luas dengan nama Nokyo, hadir dengan payung khusus berupa undang-undang koperasi pertanian. Landasan pengembangan Nokyo, berpijak pada empat aspek penting, yaitu pengembangan kekuatan produktif pertanian, peningkatan status ekonomi dan sosial masyarakat petani, peningkatan perekonomian nasional, dan pengembangan Nokyo supaya memiliki peran besar dalam gerakan koperasi di Jepang.
    Satu hal yang sangat jelas adalah, bahwa Nokyo dimiliki oleh petani, dikelola oleh petani dan didedikasikan untuk memenuhi kebutuhan petani. Istilah aslinya, nomin no, nomin ni yoru, nomin no tame no kyodokumiai.

    Sejalan dengan landasan pengembangannya, evolusi bisnis Nokyo juga diarahkan untuk mendukung kegiatan pertanian dan keluarga petani. Ada enam jenis kegiatan bisnis yang digarap koperasi ini, yaitu penyuluhan, pembelian hasil pertanian, pemasaran, kredit prosesing dan utilisasi serta kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan anggota (petani dan keluarganya).

    Berbagai jenis kegiatan yang di¬kembangkan sebagai bagian dari bisnis penyuluhan, antara lain kegiat¬an kolektif konsolidasi produksi pertanian, kegiatan kolektif kelompok produksi pertanian sampai kegiatan sosial seperti study tour.

    Sedangkan bisnis pembelian ditargetkan untuk menjadikan Nokyo sebagai insitusi utama penyalur berbagai kebutuhan petani seperti sarana produksi pertanian (saprotan) serta konsumsi rumah tangga petani. Dalam menjalankan bisnis ini, Nokyo bergerak dengan dua prinsip bisnis.

    Pertama, advanced order. Praktiknya, Nokyo primer mengumpulkan pesanan berdasarkan rencana produksi dan anggaran produksi setiap rumah tangga anggota, yang sebelumnya sudah dirancang bersama dengan petugas koperasi. Pesanan saprotan ini dikumpulkan pada tingkat-tingkatan organisasi, sesuai dengan ketersediaan dan kebutuhan barang.

    Kedua, pooling account system. Prinsip ini diterapkan dalam kebijakan harga dan subsidi silang produk saprotan sejenis, guna mengatasi variasi harga yang ditetapkan penyedianya. Jadi, tidak ada satu jenis saprotan yang sangat murah, atau sangat mahal.

    Kemudian bisnis pemasaran. Tujuan utama bidang ini adalah, menjadikan Nokyo sebagai industri utama pemasaran hasil produksi petani. Bisnis pemasaran ini dilakukan secara bertingkat, dari primer federasi tingkat prefecture sampai sekunder di level nasional.
    Lebih jauh lagi, Nokyo juga bermain di sektor keuangan, untuk menghimpun dana dari anggota sekaligus menyalurkannya sebagai kredit pertanian. Tabungan atau simpanan anggota perorangan, dihimpun oleh koperasi primer, dikonsolidasikan untuk pinjaman anggota, atau digunakan sebagai modal bisnis pembelian dan pemasaran.

    Ada juga yang didepositokan pada unit kredit tingkat sekunder, bahkan sampai ke tingkat nasional, yang kemudian berkibar dengan bendera Norinchunkin Bank. Bank koperasi pertanian ini, telah menjelma menjadi bank raksasa, masuk dalam deretan lima besar bank di Jepang.
    Masih di sektor keuangan, Nokyo juga bermain di bidang asuransi dan mengelola dana pensiun. Produknya meliputi asuransi pertanian dan asuransi jiwa untuk petani dan keluarganya. Dengan jaringan yang sudah kuat hingga ke tingkat primer, plus loyalitas anggota yang luar biasa, bidang bisnis in pun tidak membutuhkan waktu lama untuk meraksasa.

    Kendati evolusi bisnisnya yang makin beragam dan skala luas pula, Nokyo tetap konsisten pada tujuan keberadaannya, yaitu melayani kebutuhan petani (dan keluarganya) yang menjadi anggota, bahkan memberikan dukungan penuh pada peningkatan bisnis pertanian anggotanya. Fakta ini menepis anggapan, bahwa koperasi hanya mungkin menjadi entiti bisnis raksasa, jika mau berbisnis dengan bukan anggota agar leluasa meraup keuntungan, seperti yang banyak terjadi di Indonesia.

    Kegiatan bisnis Nokyo, lebih berorientasi pada memberikan keuntungan atau manfaat yang sebesar-besarnya buat anggota, tidak semata-mata mengejar keuntungan sendiri. Jika kemudian koperasi ini mampu mengembangkan berbagai bidang bisnisnya hingga mencapai skala besar, terutama adalah karena dampak dari makin meningkatnya kesejahteraan anggota. Bukan sebaliknya.

    Hal lain yang menjadi kunci keberhasilan Nokyo, adalah konsistensi dalam keanggotaan. Sejak awal, anggota biasa Nokyo (sei kumiai in) adalah petani atau keluarga petani, meskipun tidak menutup peluang hadirnya anggota luar biasa (jun kumiai in), yaitu penduduk desa bu¬kan petani.

    Namun begitu, bukan berarti pengelolaan Nokyo bersifat kaku. Sebagai organisasi bisnis yang hidup di tengah-tengah masyarakat dengan dinamika perubahan cepat, Nokyo selalu siap mengikuti bahkan mengantisipasi perubahan yang berlangsung.

    Sekarang ini, anggota-anggota Nokyo di tingkat paling bawah (disebut buraku), diorganisasi dalam berbagai modus pengorganisasian, berdasarkan kesamaan kegiatan atau kepentingan. Misalnya, ada anggota yang khusus berasal dari petani bunga, bahkan yang kelompok studi petani anggota yang khusus mendalami perpajakan, dan seterusnya.

    Di Indonesia, koperasi juga dilibatkan dalam proses pembangunan sektor pertanian. Namun, proses pembentukan, pengelolaan dan orientasinya sangat berbeda dengan koperasi pertanian di Jepang.

    Koperasi Unit Desa (KUD), sejak awal disetup untuk membantu pemerintah, dalam menjalankan program pertanian pangan. Jadi, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani yang menjadi anggotanya. Karena itu, proses pembentukan bahkan arahan pengelolaannya pun, dilakukan dengan pendekatan dari atas (top down). Bah¬kan, KUD juga didesain untuk menjadi koperasi multi purpose, dengan keanggotaan yang sangat beragam. Ada petani, guru, pedagang bah¬kan tengkulak yang bisa memeras petani.

    Sebagai alat pemerintah, keberdaan KUD boleh dibilang cukup berhasil. Pencapaian swasembada pangan pada 1984, sehingga Indonesia mendapat penghargaan dari FAO-PBB, tak lepas dari peran KUD. Tapi, sebagai koperasi, secara umum KUD gagal meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terutama dari unsur petani.

    Pada awal era reformasi, ada upaya terobosan untuk membentuk koperasi yang hanya beranggotakan petani, yaitu koperasi pertanian (koptan). Dengan dukungan penuh dari Departemen Pertanian, pembentukan koptan dilakukan secara misal di berbagai daerah. Namun, setelah itu, aktivitasnya nyaris tak terdengar lagi.

    Andai saja ada koperasi pertanian yang berkembang seperti Nokyo di Jepang, Indonesia mungkin tak perlu lagi ribut soal ketahanan pangan yang selalu goyah, dan kisah para petani yang lelah menggapai kesejahteraan. (Husni Rasyad)

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post