-
Memilah Opini dan Fakta
Salah satu sarapan pagi masyarakat kota dewasa ini adalah membaca berita. Semakin berkembang teknologi informasi, maka kecenderungan membaca berita juga makin digemari. Berita telah menjadi komoditas yang laris dijual. Bentuknya tidak melulu berupa bacaan lewat media cetak, tetapi telah bergulir pada bentuk laporan pandangan mata. Maka seorang petani nun jauh di pelosok gunung, yang dulu hanya bisa mendengar berita lewat radio, kini sudah bisa langsung menyimak berita pagi lewat SCTV atau RCTI serta puluhan stasiun TV swasta komersial lainnya. Kecanggihan teknologi informasi memungkinkan sebuah peristiwa yang terjadi hari ini disimak hari ini juga.
Terlepas dari berbagai format penyebaran informasi berita yang makin canggih itu, aspek yang perlu diperhatikan adalah bagaimana berita itu sendiri menarik untuk disimak? Sebuah berita yang dilaporkan secara lengkap, sistematis dan penuh gaya tentunya lebih menarik ketimbang berita yang disampaikan dengan gaya laporan ketua panitia 17 agustusan misalnya.
Berita yang muncul di stasiun TV memang lebih menarik ketimbang yang ada di media cetak. Tetapi media cetak tetap mempunyai keunggulan, karena selain memberikan deskripsi yang lengkap kepada pembaca, ia juga dapat menjadi referensi dan dibaca berulang-ulang. Karenanya dibutuhkan sebuah teknik penulisan berita yang menarik serta alur cerita dan wawasan yang utuh. Sebuah berita wawancara misalnya, penulis tidak melulu mengutip ucapan orang yang diwawancarai dengan kutipan akhir “ujarnya, tuturnya, atau paparnya”. Variasinya bisa lebih menarik dengan ulasan biodata dan gambaran sosok narasumber tersebut. Misalnya, ujar lulusan Cornel University ini; tutur pria kelahiran Ciamis 1 November 1960, ayah dua anak ini mengungkapkan dan data lain yang dapat diungkap secara parsial sepanjang tulisan.
Nilai Berita (News Value)
Berita yang layak disimak umumnya adalah sesuatu yang dapat menggerakkan pikiran dan perasaan para pembaca atau yang dapat membangkitkan keinginan pembaca untuk mengetahuinya (Juyoto, 1985). Jenis berita menarik seperti itu diantaranya adalah: Berita yang mampu memberi dampak psikologis (reward psychologically, seperti kejahatan (crime), korupsi, sex, sport, human interest, sosial, kecelakaan (accidents) dan bencana (disasters) ).
Berita yang memberikan a delayed rewards (ganjaran yang tertunda), seperti public affairs (peristiwa umum), economic matters (bahan ekonomi), social problem (masalah sosial), sains, pendidikan, dan kesehatan.
Agar suatu berita jadi menarik untuk disimak pembaca maka sedikitnya harus memuat empat faktor dominan dengan formula berita sebagai berikut:
NV = T+A+I+HI
NV = News Value (Nilai Berita)
T = Time (Waktu)
A = Authority (Tulisan)
I = Importance (Penting)
HI = Human Interest
Bagaimana mendapatkan sebuah nilai berita yang baik? Memang tidak mudah. Diperlukan sebuah teknik reportase yang andal dari seorang wartawan, terlebih dalam dunia jurnalistik pekerjaan reportase adalah yang utama. Jika hanya melulu mencari berita sensasi atau gosip di kalangan artis dan pejabat memang cukup mengundang daya tarik. Tetapi nilai beritanya masuk kelas sampah dan media bersangkutan bisa dikenakan julukan ‘koran kuning’14).
Guna menghindari kejadian seperti itu, maka wartawan dibekali formula lama yang hingga kini masih sakti, yaitu yang dikenal dengan istilah 5W+1H. Formula ini dikenalkan oleh kantor berita Associated Press (AP) pada tahun 1930. Berita dianggap secara elementer lengkap jika mengandung unsur-unsur, What, Who, When, Where, Why dan How. Formula ini terus dipegang dan dijadikan patokan bagi wartawan. Suatu berita patut disiarkan bila tertentu kapan terjadinya, di mana, apa, siapa, mengapa, dan bagaimana berita itu sendiri terjadi. Di negara tertentu (umumnya negara yang sistem pemerintahannya otoriter militeristik) formula ini sering ditambah dengan unsur Security (keamanan), baik untuk pribadinya maupun perusahaan pers yang bersangkutan.
Faktor Penentu
Bagaimana mengukur bahwa suatu berita mempunyai nilai jual yang tinggi bagi pembaca? Tergantung pada berapa penting berita tersebut mempengaruhi tatanan kehidupan dalam masyarakat. Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mungkin sebuah berita yang mempunyai nilai berita tinggi karena berpengaruh langsung pada sendi ekonomi masyarakat. Tetapi bagaimana jika berita itu disandingkan dengan beriata Kelangkaan Minyak Tanah? Keduanya sama–sama mengulas soal BBM, tetapi minyak tanah akan mempunyai nilai berita lebih tinggi karena dampaknya lebih luas ketimbang hanya sekadar kenaikan harga bensin. Tetapi keduanya, sama-sama penting dan layak mendapat tempat di halaman muka sebuah surat kabar.
Ukuran penting dan menarik bagi khalayak selalu relatif, tergantung pada kejadian/masalah dan tergantung pada khalayak itu sendiri. Sifat penting dan menarik suatu peristiwa/masalah pun dapat turun dan dapat naik berdasarkan khalayak mana yang melihat peristiwa/masalah itu. Artinya, news value suatu peristiwa/masalah dapat berbeda-beda di mata khalayak yang juga berbeda.
Untuk mempertimbangkan, apakah suatu peristiwa ataupun masalah merupakan berita atau bukan (memiliki news value atau tidak) dan untuk mempertimbangkan tinggi rendahnya news value yang terkandung di dalamnya, yang perlu diukur ialah nilai penting dan sifat menarik peristiwa/masalah itu sendiri. Nilai “penting” dan “menarik” itu dapat ditakar dengan beberapa faktor, yang disebut sebagai faktor penentu news value. Adakalanya, dalam sebuah peristiwa/masalah hanya ada satu faktor penentu tersebut, dan adakalanya pula beberapa faktor tergabung dalam satu peristiwa/masalah. Faktor-faktor tersebut ialah sebagai berikut:
1. Akibat
Tinggi rendahnya nilai penting suatu kejadian/masalah bagi publik dapat ditentukan dengan mempertimbangkan seperti apa dan dirasakan siapa saja akibat yang ditimbulkan suatu peristiwa atau akibat yang muncul dari suatu masalah. Kian luas publik yang terkena oleh akibat suatu kejadian/masalah, kian tinggi news value peristiwa/masalah itu.
2. Jarak
Jarak dapat diterjemahkan dalam pengertian jarak secara geografis dan jarak secara psikologis. Kian pendek jarak—geografis maupun psikologis—kian tinggi nilai penting atau menarik berita tersebut.
3. Prominence
Kejadian/masalah layak jadi berita jika di dalamnya terlibat tokoh, benda ataupun tempat yang bersifat prominence. Tokoh, benda ataupun tempat seperti itu selalu populer. Segala sesuatu yang populer, selalu menarik bagi publik secara luas, dan karena itu pula ikhwal apa pun tentang tokoh, benda ataupun tempat tersebut senantiasa mengundang perhatian orang banyak.
4. Drama
Kejadian-kejadian yang dramatik memiliki nilai berita karena ia mengandung daya tarik yang cukup tinggi. Boleh jadi suatu peristiwa tidak bersifat penting bagi publik, tetapi ia menjadi menarik karena berlangsung secara dramatis.
5. Konflik
Konflik selalu menarik untuk didengar, diketahui dan dilihat, walaupun untuk sebagian kadang-kadang ia menakutkan. Jika ada tetangga Anda perang mulut dengan tetangga lainnya, Anda pasti tergugah untuk melihat. Karena konflik selalu memiliki daya tarik, peristiwa yang mengandung konflik atau peristiwa yang berupa konflik, mengandung news value dan dapat jadi berita. Lebih dari itu, konflik pada suatu ketika tidak hanya sekedar menarik, tapi dapat mengandung kepentingan publik.
7. Keanehan atau Tidak Sebagaimana Wajarnya
Keanehan, seperti sudah sangat kita sadari, selalu menarik perhatian orang. Karena itulah kejadian atau segala sesuatu yang aneh di sekitar kita layak jadi berita.
8. Unsur Kebaruan
Peristiwa ataupun masalah yang mengandung sesuatu yang baru (gagasan, penemuan, perkembangan) layak jadi berita.
9. Keselamatan Pribadi
Manusia senantiasa peduli akan nasib dan peristiwa yang dialami manusia lainnya. Oleh karena itu, manusia selalu ambil perhatian akan keselamatan manusia lainnya. Apabila keselamatan itu terancam, manusia lainnya akan terundang untuk mendengar, mengetahui kisahnya. Keterancaman keselamatan manusia, seringkali tidak lagi sekadar bersifat menarik. Ia bahkan sudah menjadi peristiwa/masalah penting (misalnya: kasus Somalia).
Sumber Berita
Sebuah berita terkadang tidak melulu hanya didapat dari hasil reportase wartawan di lapangan. Pada fase tertentu ada kalanya berita di lapangan mengalami masa paceklik. Misalnya, pada awal tahun baru, atau seminggu sesudah Idul Fitri, liputan masalah ekonomi sangat sulit diperoleh karena sebagian besar sumber berita (pengusaha, pejabat, dan pelaku ekonomi lainnya) masih libur dan kantor-kantor tutup. Atau bisa juga wartawan yang bersangkutan kurang jeli melihat situasi seperti itu yang dapat ditulis sebagai berita ekonomi. Guna menyiasati hal tersebut, sumber berita lain yang dapat menolong adalah: melalui kantor berita, press release, off the record news sebagai background information, mengutip/menyadur dari surat kabar, majalah, media massa lainnya.
Berita yang muncul dari off the record sebenarnya tidak bisa dijadikan acuan berita karena risikonya cukup riskan bagi wartawan. Off the record sebagai background information lebih dikenal dengan istilah Non-Atributable. Sumber berita memaparkan sebuah informasi, tetapi ia tidak bersedia disebutkan namanya. Wartawan diminta mencari penegasan informasi tersebut kepada pihak lain yang lebih kompeten. Background information berguna untuk menjelaskan persoalan yang membuat lahirnya—secara langsung atau tak langsung—kenyataan pada saat sekarang (seperti yang diberitakan). Tujuannya ialah membuat pembaca lebih memahami kenyataan.
Antara Fakta dan Opini
Dalam penulisan berita sering kali seorang wartawan terjebak kepada subjektivitas, di mana ia memasukkan pikiran-pikirannya sendiri dengan mengatas-namakan orang lain. Tindakan memasukkan opini pribadi ini terkadang tidak sepenuhnya disadari oleh sang wartawan karena boleh jadi ia larut dalam berita yang sedang ditulisnya. Karenanya, dalam sebuah perusahaan pers sebuah berita selalu mengalami editing ulang dari pihak atasan (redaktur), dan terkadang masih di koreksi total oleh pemimpin redaksi. Hal seperti itu dimaksudkan agar berita yang akan disajikan oleh media bersangkutan dapat membedakan mana opini dan mana fakta.
Di mana letak batasan antara fakta dan opini? Memang agak sulit dan dibutuhkan kejujuran wartawan bersangkutan. Bila yang ditulis adalah berita langsung (straight news) tentunya mudah membedakan fakta dan opini karena hanya mengabarkan saja, sehingga bisa ditampilkan fakta murni. Tapi kalau sudah menuju pada berita dalam bentuk reportase ataupun tulisan panjang (feature), wartawan harus memberikan gambaran interpretasi sebagai ilustrasi.
Oleh Irsyad MuchtarRelated Posts :
0 komentar: