• Menulis Feature

    Feature adalah sebuah bentuk tulisan atau karangan di media massa yang ditulis dengan penuh warna. Berbeda dengan penulisan berita langsung (spot news, hard news) yang memaksa wartawan melaporkan kejadian dengan apa adanya dan menempatkan unsur 5W+1 H di alinea terdepan. Dalam penulisan feature, wartawan diberi kebebasan untuk melakukan imajinasi dengan mengambil angle yang dapat menarik minat pembaca. Makin jeli ia mengambil angle, makin cantik dan menarik sebuah feature untuk dibaca.

    Tulisan disajikan dengan menggunakan delayed lead, atau penundaan pokok berita yang tidak terlalu mengedepankan unsur 5 W + 1 H. Bukan What, Who, When dan Where yang menarik ditonjolkan (karena sudah diulas dalam berita langsung), penulis bisa memulai dengan situasi lingkungan, kutipan syair, petuah orang bijak, pokoknya bisa di awali dengan banyak hal sepanjang outline dan urutan logis penulisan tetap terjaga. feature mengajak pembaca untuk dengan santai menikmati sebuah jalan cerita, apa yang terjadi di balik berita, dan analisis berita. Tetapi bukan berarti penulis boleh senenaknya mengobral kata-kata atau menjual opini yang berlebihan (over zest). Kendati penulis diminta melakukan pendalaman berita (indepth news) tetapi ia tetap harus segera kembali kepada pokok bahasan berita. Model penyajian ini membedakan dengan tegas antara berita langsung (news) dengan feature. Berita langsung, adalah sebuah fakta yang harus secepat mungkin sampai kepada pembaca. Pembaca tidak memerlukan kalimat berbunga-bunga ataupun syair-syair dan ayat agama. Yang mereka butuhkan adalah cepatnya penyampaian informasi yang ingin diketahui. Sementara pada feature, yang diutamakan adalah uraian yang atraktif, dengan lead-lead yang menggoda sehingga pembaca tertarik untuk menyimak alur cerita.

    Untuk memudahkan pemahaman antara news dengan feature, berikut ini contoh yang yang bisa kita simak dari Harian Umum Kompas, 20 Oktober 2005

    News:
    JUMLAH WARGA MISKIN NAIK
    JAKARTA, KOMPAS. – Jumlah keluarga miskin yang terjaring dalam survei Badan Pusat Statistik, hingga 18 Oktober 2005 meningkat menjadi 16,5 juta atau bertambah satu juta keluarga dari target awal. Namun, pemerintah tidak menyediakan dana bantuan langsung tunai bagi ‘tambahan’ itu karena anggaran yang tersedia hanya cukup untuk 15,5 juta rumah tangga miskin. “Jika satu juta keluarga miskin itu mendapatkan BLT, pemerintah harus menambah anggaran Rp 300 miliar. Itu kelihatannya sulit ditempatkan dalam anggaran tahun 2005 karena pembahasan APBN-nya sudah selesai,” kata Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa (18/10) malam.
    Ia menyebutkan pemerintah dan DPR sepakat menganggarkan dana Rp 17 triliun untuk melanjutkan program BLT di tahun 2006. Dari anggaran itu, Rp 15 triliun akan digunakan untuk BLT dan Rp 2 triliun untuk uji coba mekanisme BLT baru.

    Berita tentang warga miskin dalam kaitannya dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu sebenarnya masih cukup panjang. Tetapi alinea berikutnya tidak terlalu menarik lagi karena pembaca hanya ingin tahu berapa jumlah orang miskin naik, siapa yang bicara, dimana dan dalam konteks apa ia berbicara? Selebihnya, pembaca akan pindah ke berita lain. Itu sebabnya, dalam sebuah surat kabar harian, penempatan judul harus seatraktif mungkin agar pembaca mau berhenti sejenak dan cukuplah jika ia mau membaca dua sampai tiga alinea dari berita yang ditulis.
    Sementara dalam feature, tidak serta merta mengajak pembaca pada fakta utama. Feature bisa mengulas dari sisi lain dan tidak harus menempatkan unsur 5 W + 1 H pada alinea muka.

    Feature:
    Mengkoperasikan Orang Miskin
    Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah penduduk kategori di bawah garis kemiskinan mencapai 37 juta jiwa atau 17 persen dari total penduduk Indonesia. Maksudnya, puluhan juta rakyat itu tak cuma miskin. Tapi hidup di bawah garis kemiskinan.

    Ditambah dengan jumlah orang-orang miskin, terma­suk ‘korban hidup’ akibat bencana gempa dan tsuna­mi serta dampak akibat kenaikan BBM 1 Oktober 2005, jumlah keseluruhan­nya bisa mencapai lebih dari 70 juta jiwa. Umumnya kategori batas kemis­kinan adalah kemampuan konsumsi orang yang hanya mencapai 2.100 kalori. Atau kalau dirupiahkan berkisar sekitar Rp 90 ribu-Rp 110 ribu per bulan. Artinya, jika ada warga masya­rakat yang pemenuhan kebutuhan hidupnya sedikit di atas ambang tadi, sebenarnya juga masih dapat dika­tegorikan sebagai hidup miskin.

    Jumlah angka kemiskinan pen­du­duk yang demikian besar tersebut, ten­tu saja membuat kita prihatin. Me­ngapa demikian? Karena masalah kemiskinan memiliki korelasi sangat erat dengan berbagai masalah sosial yang lain.

    Kenyataan tersebut seha­rus­nya menjadi perhatian dan dirasa­kan oleh para pejabat pemerintah. Baik di ling­kungan eksekutif maupun le­gis­latif. Pada gilirannya diharapkan sejumlah ke­bijakan yang digariskan dapat ­mengu­rangi kemiskinan atau syu­kur mampu menyejahterakan pu­luhan juta anggota masyarakat yang ber­ada di bawah garis kemiskinan tersebut.
    Direktur Institute for Democracy & Society Empowerment (IDSE) Yog­yakarta Hendrizal mengungkapkan, selama ini kecenderungan peme­rin­tah untuk mengurangi orang miskin senantiasa diklaim karena disebab­kan oleh pencapaian pertumbuhan eko­nomi di Indonesia yang masih ren­dah.

    Dari sudut pandang eko­nomi, kemiskinan biasanya didefinisikan sebagai suatu kondisi tentang tidak cu­kupnya pendapatan sese­orang untuk memenuhi kebutuhan pokok di suatu keluarga.
    Kenyataan meningkatnya jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan, tidak bisa tidak memaksa pemerintah harus semakin serius mengatasinya.

    Di sisi lain, masalah na­sional pe­ningkatan jumlah pendu­duk miskin faktanya tidak bisa sepenuhnya di­serah­kan kepada peme­rin­tah. Te­gasnya, anggota ma­sya­rakat sendiri selayak­nya memiliki inisiatif mem­per­baiki kehidupannya. Alter­natif kelembagaan apa yang sesuai untuk meme­cahkan masalah kemis­kinan tersebut?

    Salah satu alternatif usa­ha mengatasi kemis­kinan, antara lain ialah dengan koperasi. Konkritnya, perlu ada upaya-upaya mengko­perasikan orang-orang miskin. Mengapa pilihan­nya koperasi? Sebab, untuk mendirikan usaha koperasi tidak harus menggunakan modal besar. Artinya, kegiat­an usaha koperasi bisa disesuaikan dengan ke­mam­puan anggotanya dan aktivitas yang dilakukan disesuaikan dengan masa­lah yang dihadapi para anggota itu sendiri.
    Bagi orang-orang yang memiliki ke­mampuan terbatas, baik dalam arti ke­uangan maupun keahlian, tentu saja akan sulit apabila mendirikan usaha sendiri. Sehingga akan lebih baik bila mereka membuat usaha bersama dalam bentuk koperasi.
    (Dikutip dari Majalah GEMA edisi Nopember, 2005)

    Kendati cara menulis feature dan news terlihat sangat berbeda, tetapi terka­dang wartawan sering terjebak ke arah news sehingga bentuk tulisan tersebut kemudi­an berubah menjadi berita karangan (news feature) yang tetap sarat dengan sajian fakta-fakta utama di latar alinea depan (model tulisan piramida terbalik). Kendala seperti itu umumnya sering dihadapi oleh wartawan yang sangat terbiasa meliput berita sehari-hari (hard news).
    Jika dalam news, fokus penulisan terletak pada fakta atau informasi yang aktual. Dalam feature terkandung tujuan yang lebih luas yang tidak sekadar menyajikan informasi, tetapi juga memberikan fungsi edukasi dan hiburan. Bagaimana meramu fungsi informasi, hiburan dan edukasi tersebut dalam satu tulisan, maka diperlukan ketajaman analisis dan pengetahuan yang lebih luas dari penulis. Makin besar minat baca dan pengetahuan penulis, makin kaya ragam feature disajikan.

    Ragam tafsir
    Persoalannya, batasan sebuah feature terkadang sering tidak seragam. Kantor Berita Antara misalnya, mendefinisikan feature sebagai karangan khas. Ada pula yang menyebut sebagai karangan yang menyuguhkan fakta dan ide. Pendapat lain menempatkan feature sebagai sebuah tulisan yang mencoba menolong pembaca melihat atau menyadari hal-hal yang oleh awam tidak dilihat. Artinya, penulisan feature menuntut kepekaan dalam menangkap hal-hal yang berbeda di belakang suatu kenyataan.

    Kalangan wartawan menyatakan bahwa feature ialah suatu jenis artikel jurnalistik yang memiliki banyak pengertian. Feature juga disebut sebagai tulisan ringan yang ditulis dengan mempertimbangkan kejelasan dan kelancaran uraian, tentang sesuatu yang faktual dan mencoba menelurusi jawaban why dan how lebih dari sekadar yang dilakukan berita (baik hard news, maupun soft news). Tidak jarang pula, ia menceritakan/melukiskan sesuatu yang berada di belakang berita. Ia tidak selalu berputar-putar di sekitar sumber-sumber konvensional, tapi memanfaatkan sumber-sumber inkonvensional.

    Menurut Masmimar Mangiang, di kalangan wartawan (Indonesia) sendiri terdapat kesimpang-siuran pemahaman tentang ini. Ada yang sekadar menyebutkan bahwa feature adalah tulisan ringan yang menghibur, berisikan unsur human interest. Namun dalam kenyataanya, feature bukan sekadar itu. Ada feature yang sama sekali tak berisikan human interest (misalnya, news feature tentang persaingan antara dua produsen minyak goreng). Agar kerancuan dalam memahami sebuah feature tidak berlarut-larut, Masmimar menulis beberapa ciri sebuah feature antara lain:

    Faktual
    Feature adalah tulisan yang dibuat berdasarkan fakta. Yang ia ceritakan adalah suatu kenyataan. Ia bukan karya fiktif yang berangkat dari gagasan atau rekaan penulisnya. Tema-tema feature adalah kenyataan yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu cerita pendek—misalnya—tidak dapat digolongkan sebagai feature.

    Menerangkan Masalah, Bukan Memberitakan
    Feature bukan memberitakan (mengabarkan) kejadian/masalah kepada khalayak, tapi menerangkan kejadian/masalah itu dengan mengungkapkan jawaban unsur why dan how secara lebih rinci. Dalam menerangkan masalah—terutama untuk jenis yang disebut sebagai news feature—ia lebih mengutamakan pemaparan tentang background masalah untuk mengantar orang pada pemahaman tentang suatu persoalan. Boleh jadi pula, ia mengajak pembaca masuk pada uraian yang mencoba melihat prospek.

    Tidak Memaksakan Opini
    Pada mulanya feature sama halnya dengan berita, tidak boleh dimasuki oleh opini penulis. Tapi dalam perkembangannya, walau masuknya opini penulis tetap harus dicegah, subyektivitas dan interpretasi penulis tak mungkin dibendung. Dalam mengungkapkan interpretasi tersebut, seorang penulis tidaklah pada tempatnya menghadirkan penafsiran semata-mata. Ia harus disertai dengan fakta yang mendukung penafsiran tersebut. Artinya, suatu interpretasi yang ditawarkan kepada pembaca harus didukung argumen yang jelas. Argumen tersebut boleh saja bersifat teoritik, tetapi akan lebih berarti jika di dalam argumen itu diperlihatkan fakta yang memberikan dukungan secara kuat terhadap gagasan yang diajukan.

    Penulisan Tidak Dikekang Pola Piramid Terbalik
    Dalam penulisan berita, dunia jurnalistik mengenal pola penulisan top heavy (berat di atas). Artinya, bagian awal cerita, ditempati fakta yang paling penting atau paling menarik. Struktur berat di atas ini, lazim disebut sebagai struktur piramid terbalik.

    Berita memang beralasan memilih pola piramid terbalik ini, karena bagaimana pun, berita (yang disajikan dalam surat kabar harian) harus dibaca segera oleh orang yang memiliki waktu yang sangat terbatas. Di situ komunikasi harus berjalan dalam tempo cepat.

    Feature tidak demikian halnya. Karena feature tidak dibebani tugas “mengabarkan”, maka ia tidak perlu ditulis dengan mendahulukan fakta paling penting atau fakta paling menarik. Oleh karena itu pula, struktur artikel piramid terbalik, tidaklah bentuk mutlak yang harus dipakai pada feature. Feature dapat ditulis dengan struktur yang lebih bebas, asalkan alur cerita, pengelompokkan masalah, dan bahasa yang mengantarkan masalah itu dibuat dengan jernih.

    Tidak Selalu Harus Menjawab 5W + H dengan Lengkap
    Perbedaan lain antara berita dengan feature adalah dalam memberikan porsi untuk jawaban 5W + H (what, who, when, where, why, how). Berita yang baik harus lengkap menjawab keenam unsur pokok itu, walau dengan “fakta kulit” (tidak mendalam). Feature untuk jenis-jenis tertentu dapat mengabaikan jawaban salah satu dari enam unsur itu (misalnya: feature yang mengajarkan cara memelihara anggrek, tidak perlu menjawab unsur who, karena who itu adalah siapa saja yang ingin/sudah memelihara anggrek).
    Kebanyakan Lebih Tahan akan Waktu
    Untuk sebagian, feature lebih “tahan waktu”. Jika ia ditulis hari ini tapi tak dapat disiarkan besok, luas atau tiga hari kemudian, minggu yang akan datang pun ia belum tergolong basi. Hanya saja, tidak semua jenis feature yang memiliki ketahanan waktu seperti itu. News feature misalnya, adalah jenis yang harus tersiar segera, di saat aktualnya berita yang dijadikan tema news feature itu.

    Lead Ditulis Atraktif
    Feature lead, sebagaimana tadi dikemukakan, lebih mengandalkan uraian yang atraktif dalam mendaulat perhatian pembaca. Pola penulisan feature lead tidak setegas pola penulisan news lead. Lead berita selalu mendahulukan unsur what ataupun who (untuk straight news); dan mengutamakan unsur who, when, where, why ataupun how (untuk soft news). Walau begitu, ada beberapa jenis feature lead yang dipandang cukup efektif dalam “membujuk” audience untuk membaca.

    Bahasa Feature Mirip Bahasa Cerita Pendek
    Feature sangat mengutamakan kejelasan dan kelancaran bahasa. Bahasa yang dipergunakan hendaklah bahasa jurnalistik, yang populer. Ia harus dibuat dengan sense bahasa yang baik, pendekatan yang efektif, pemakaian istilah yang tepat, dan dengan mempertimbangkan irama kalimat. Bahasa feature mirip bahasa cerita pendek.

    Angle Feature Tunggal
    Dalam memaparkan masalah, feature selalu memilih satu sudut pandang. Makin dipersempit masalahnya, makin baik. Dalam perumpamaan dikatakan, “Berbica­ralah tentang piring porselen, jangan berbicara tentang barang pecah belah.”
    Feature melihat salah satu segi untuk suatu masalah. Segi yang lain untuk masalah yang sama selayaknya dibicarakan dalam feature yang lain pula.

    Sejak majalah berita memberikan pelayanan pemberitaan kepada masyarakat, penulisan interpretative (baik dalam bentuk indepth report maupun dalam bentuk feature) menjadi jenis artikel yang tidak asing lagi bagi pembaca. Hanya saja, majalah berita banyak memberikan perhatian (diisi dengan) news feature. Pada majalah-majalah khusus—misalnya majalah remaja dan majalah wanita—feature hadir dalam variasi yang lebih banyak. Surat kabar, selain menjadikan news feature, juga memberikan perhatian pada berbagai jenis feature yang lain.

    Berdasarkan sifat isinya, feature dapat digolongkan menjadi beberapa jenis.
    1. Bright
    Tulisan pendek (bukan berita) yang dibuat untuk menonjolkan unsur human interest dari suatu masalah/kejadian. Ia dapat ditulis sangat pendek: sekitar 100 kata.

    2. Profile
    Sketsa pribadi, berisikan cerita tentang seorang tokoh, baik menyangkut karier, pandangan, riwayat hidup pendek, dan sebagainya.

    3. Pengalaman Pribadi
    Cerita yang isinya pengalaman yang dirasakan sendiri oleh penulis.

    4. Feature yang Memperkenalkan Sesuatu
    Artikel pendek yang ditulis untuk tujuan memperkenalkan sesuatu (bukan manusia) kepada pembaca. Misalnya, institusi baru, atau produk baru (kamera, pesawat tempur, software komputer dan sebagainya).

    5. Feature yang Mengajarkan Sesuatu
    Tulisan ini memaparkan hal-hal berupa persiapan, peralatan, dan tindakan yang harus dilakukan untuk mengerjakan/ membuat sesuatu. Misalnya: bagaimana memberikan pertolongan pertama bagi penderita eltor (muntah berak) dan sebagainya.

    6. Tulisan Ilmiah Populer
    Feature jenis ini, adalah tulisan yang menceritakan suatu masalah dengan meng­ambil referensi dari sumber-sumber ilmiah: buku, hasil penelitian atau paper seminar.

    7. Feature Sejarah
    Kisah pendek yang mengungkapkan kembali peristiwa bersejarah yang “jauh” dari ingatan pembaca pada suatu saat, tapi tanpa disertai analisa historis. Ia betul-betul hanya berupa pengungkapan kembali catatan-catatan sejarah.

    8. News Feature
    News feature seperti dikemukakan pada bagian terdahulu, “berjalan mengiringi” news yang aktual pada suatu waktu. Straight news melaporkan kejadian yang muncul dan berkembang dalam masyarakat pada suatu saat. News feature mencoba membuka background masalahnya, agar pembaca mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang how and why kejadian itu. Dengan kata lain, news feature menyodorkan fakta-fakta yang membuat orang mengerti duduk perkara suatu berita.

    Feature—sama dengan berita—selalu memberikan pada fakta yang sifatnya penting bagi publik (mengandung kepentingan umum) ataupun fakta yang bersifat menarik bagi khalayak. Hanya saja wartawan atau penulis feature diharapkan berperan mirip dengan researcher.

    Langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum menulis feature adalah mengumpulkan dokumentasi yang dapat membantu penulis dalam memperoleh fakta. Studi dokumentasi juga dipergunakan sebagai “bekal” untuk langkah berikutnya, yakni wawancara.

    Sesudah studi dokumentasi dilakukan, baru ia disusul oleh interview, berwawancara dengan sumber-sumber yang berkompeten. Pada saat yang sama, observasi juga harus dilakukan. Hasil dari ketiga kegiatan inilah—studi dokumentasi, wawancara, dan observasi—yang ditulis menjadi feature.

    Banyak orang yang berpikir bahwa bahan yang dikumpulkan hanyalah sebanyak yang ditulis dalam feature itu sendiri. Pandangan ini sangat keliru. Seorang penulis memerlukan bahan yang jauh lebih banyak dari sekadar yang harus ditulis.

    Pelajari semua bahan itu dengan seksama dan tentukan kerangka masalahnya. Buatlah outline, agar organisasi fakta dan penggambaran masalah menjadi lebih jelas. Rumuskan kerangka masalah itu secara sederhana dalam selembar kertas, dan tulislah masalah tersebut sesuai dengan struktur yang ada dalam outline itu.

    Tidak seharusnya semua bahan yang didapat itu perlu dituangkan dalam tulisan. Ada bagian-bagian yang harus dipilih, dan banyak bagian yang perlu disisihkan. Seleksi ini sangat dintentukan oleh angle yang dipilih untuk sebuah feature yang tengah dipersiapkan.
    Pikirkan rumusan paragraf pertama (lead atau intro) yang efektif dalam mendaulat perhatian pembaca seperti yang sudah diuraikan di muka. Hindari “lead terlarang”/
    Paragraf kedua harus dimulai dengan uraian yang “tersambung” dengan paragraf pertama (lead). Setiap paragraf harus tersambung baik dengan paragraf sebelumnya.

    Hindari uraian yang terulang
    Jangan memakai kata yang “tak bermakna”, misalnya “membawa kesan tersendiri”, “dan lain-lain” serta kata-kata yang mirip dengan itu. Pakailah bahasa secara cermat dan jelas, sesuai dengan kaidah bahasa jurnalistik. Jangan terlalu banyak berpikir tentang gaya, tapi utamakan isi. Kalau isi sudah baik, pada langkah kedua, boleh dipikirkan style penulisan.

    “Warna” sangat penting dalam uraian feature. Perbandingan yang tepat, anekdot, deskripsi yang jelas adalah hal-hal yang dapat dipakai sebagai “penyedap” urai­an.
    Buatlah variasi—selang-seling—antara paraphrase dengan kutipan, dan antara kutipan langsung dengan kutipan tidak langsung.

    Perhatikan irama tulisan yang ditimbulkan pemakaian kata, dan yang ditimbulkan oleh panjang-pendeknya kalimat.

    Pengungkapan fakta harus akurat
    Tugas penulis feature adalah membeberkan fakta dengan harapan, pembaca dapat menarik interpretasi dari situ. Jangan menulis feature dengan menonjolkan opini. Jika Anda ingin menonjolkan opini tulislah opninion article. Hindari subyektivitas yang berlebihan, yang tak didukung oleh fakta.

    Feature dapat diakhiri dengan menyodorkan paragraf penutup kepada pembaca. Tapi, ia juga dapat ditutup tanpa memberikan kesimpulan sama sekali. Biarkan pembaca selesai hanya dengan mengetahui fakta, dan bebaskan mereka dalam memberikan interpretasinya masing-masing.
    Untuk menjadi penulis feature yang baik diperlukan upaya serius. Pada diri seorang penulis feature dituntut beberapa persyaratan:

    1. Memiliki imajinasi kuat dalam membaca masalah ataupun peristiwa, yang memungkinkan dia menemukan kisah yang “kena” di hati publik, dan punya keteraturan berpikir.
    2. Memilki keterampilan, kecerdikan dalam menentukan pola tulisan atau struktur, sehingga laporan itu jelas dan memikat.
    3. Pandai berbahasa baik dan benar, serta kreatif menggunakan kata, menyusun kalimat.
    4. Memiliki kemampuan observasi yang tajam.
    5. Punya pengetahuan umum yang luas.
    6. Ia memerlukan dukungan perpustakaan dan dokumentasi yang baik, tidak pada diri wartawan, tetapi juga dalam penerbit, dan dalam masyarakat pada umumnya.
    7. Si penulis feature, sebagaimana seharusnya jurnalis, haruslah jujur. Dia tidak boleh mengatakan sesuatu lebih atau kurang dari kenyataan yang sebenarnya15).

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post