• Pers di Tengah Kepentingan Idealis dan Bisnis

    Pada awalnya dunia pers (cetak maupun elektronik) sarat dengan kepentingan idealis, indikatornya bukan melulu pada perhitungan modal, tetapi bagaimana menyajikan sebuah informasi secara luas dan sarat dengan sejumlah fakta dan nilai.

    Pers yang terbit pada era 60-an kebelakang itu dikenal dengan pers perjuang­an. Era itu kemudian bergulir menjadi pers pembangunan di masa Orde Baru. Ciri pers rezim Soeharto ini, adalah bebas bertanggungjawab. Apapun boleh ditulis kecuali, menyoal ulang Pancasila, eksistensi ABRI, dan bisnis keluarga Cendana.

    Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi yang penuh persaingan, dunia pers pun tak luput terkena imbas. Maka, munculah apa yang disebut pers bisnis. Cirinya ditandai dengan penataan manajemen yang lebih profesional dan masuknya sejumlah investor (pemilik) yang berasal dari kalangan pengusaha besar non-pers.

    Ungkapan pers bisnis bukanlah sesuatu yang haram. Sah-sah saja karena selain dunia pers harus terus tumbuh dalam menjalankan misi sebagai penyebar informasi, di satu sisi juga harus mampu menghidupi sejumlah orang yang bekerja di dalam­nya, serta kesinambungan biaya cetak. Maka, ujung-ujungnya pers butuh suntikan modal, baik berupa penjualan tiras maupun pemasukan modal ataupun investasi dari sejumlah orang-orang berduit.

    Ketika era reformasi berkumandang dengan berbagai tuntutan perubahan ekonomi dan politik, dunia pers pun berubah 180 derajat. Roh reformasi melanda dunia pers ditandai dengan terbitnya Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers. SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) dicabut melalui UU tersebut.

    Era ‘hantu’ SIUPP yang sangat sulit diproses pada masa Soeharto, tiba-tiba di­obral. Begitu pula dengan ‘hantu’ pembredelan, dan intimidasi kekuasaan lainnya telah berakhir. Dunia pers boleh dibilang memasuki masa paling bebas sepanjang republik ini berdiri. Jika dulu orang hanya bisa menyimak ‘berita-berita manis’ dari tiga atau empat koran/majalah, kini puluhan majalah, koran dan tabloid bertebaran di kota -kota besar. Bahkan berita-berita yang di masa rezim Orde Baru dianggap tabu kini dengan mudah dapat disimak oleh pembaca dari berbagai lapisan.

    PERS KEDODORAN
    Masa kebebasan pers memang telah melahirkan banyak kreativitas berita, tetapi tidak semua pers mampu bertahan menghadapi persaingan pasar. Hal ini terutama disebabkan oleh lemahnya faktor pemasaran maupun minimnya modal kerja. Kenyataan itu makin menjadi-jadi ketika resesi ekonomi yang melanda Indonesia sejak Juli 1997 hingga kini tak kunjung menunjukkan sinyal membaik. Banyak usaha mengalami kelumpuhan, begitu pula dengan usaha pers yang tiba-tiba menciut bahkan gulung tikar.

    Kebebasan memperoleh SIUPP ternyata tidak serta merta membuat orang bisa membuat surat kabar, tabloid atau Majalah. Selain butuh modal yang kuat, perusahaan bersangkutan juga harus memiliki wartawan yang andal. Tetapi, yang paling dominant dari daya tahan usaha penerbitan tersebut adalah keunggulan dalam mengail iklan. Jujur saja, iklan merupakan bahan bakar utama usaha penerbit­an surat kabar. Sejumlah media massa yang dipimpin pemodal kuat, terpaksa harus surut ketika media yang diterbitkannya gagal meraup iklan.

    Faktor kelumpuhan dunia pers, selain sempitnya ceruk pasar yang diperebutkan, para pengelola pers juga kurang jeli mematok segmen pasar yang ingin diraih. Ketika pers perjuangan (idealis) berkembang, orang memang haus dengan berbagai berita sehingga apapun yang ditulis oleh sebuah surat kabar disantap habis. Tetapi, era konsumen rata-rata (average consumers) seperti itu sudah berakhir, Globalisasi ekonomi dan perbaikan taraf hidup telah melahirkan kelompok-kelompok pembaca (segmen) baru dalam masyarakat.

    Kelompok-kelompok baru tersebut menjadi sangat sulit dijangkau media-media konvensional yang pada masanya pernah mengalami kejayaan. Media konvensional adalah media umum yang sasaran pembaca/pendengar/pemirsanya adalah konsumen rata-rata. Media-media ini umumnya membeda-bedakan segmennya berdasarkan rubrik yang terdapat dalam masing-masing media. Misal­nya, sebuah surat kabar umum menyediakan rubrik jahitan, resep masakan, dan konsultasi kecantikan untuk wanita, rubrik politik untuk pria dan rubrik ekonomi untuk pengusaha/manajer, rubrik olah raga untuk pecinta olah raga dan lain-lain sebagai­nya. (Khasali,1998)

    Mengacu pada tesis Khasali soal pentingnya segmentasi bagi dunia pers de­wasa ini, faktor lain yang juga sangat menentukan adalah manajemen pers itu sendiri. Jujur saja, istilah manajemen pers selama ini memang kurang dikenal karena penerbitan pers pada awalnya adalah pekerjaan idealis semata yang kurang memperhitungkan faktor untung rugi. Bahkan tidak sedikit pers terbit karena dibiayai oleh satu kelompok atau partai tertentu dengan konsekuensi isi berita lebih banyak berupa propaganda dari kelompok yang bersangkutan.

    Maka, ketika manajemen pers mulai dikenalkan, tidak sedikit penerbitan pers yang kedodoran karena harus menyiap­kan sejumlah tenaga profesional baik di bidang kewartawanan, pemasaran maupun aspek produksi dan keuangan perusahaan.

    Jadi, dunia jurnalistik kini tidak lagi sekadar terpasung dalam kerangka idealistik, lebih dari itu dunia jurnalistik dewasa ini adalah sebuah bangun perusahaan yang di dalamnya sarat dengan aturan managerial.

    Seorang wartawan misalnya, tidak dengan serta merta boleh meliput satu bidang pemberitaan yang ada di sekitarnya, tetapi ia ditempatkan dalam pos-pos tertentu, misalnya ada wartawan seksi koperasi, seksi kota, politik, ekonomi, agama dan kebudayaan, luar negeri dan sebagainya.
    Penempatan pos tersebut dimaksudkan untuk memberikan pendalaman berita yang akan ditulis oleh wartawan yang bersangkutan, namun begitu secara teknis bisa saja seorang wartawan seksi luar negeri meliput peristiwa pembunuhan di dalam kota karena berdasarkan kedekatan dengan lokasi kejadian.

    MANAJEMEN PERS
    Sebagaimana layaknya sebuah perusahaan, maka pers profesional (ber­orientasi bisnis) mengenal bidang-bidang kerja yang umumnya dikomandani oleh pimpinan perusahaan, pimpinan redaksi serta sejumlah redaktur dan manajer usaha. Tugas masing-masing bidang antara lain:

    Pimpinan Perusahaan, bertugas untuk menghasilkan sejumlah dana demi kelangsungan hidup perusahaan melalui penjualan produk, pemasukan iklan, serta usaha lain yang sifatnya non redaksional. Dalam tugasnya mengupayakan kelangsungan perusahaan itu, pimpinan umum bekerja dengan sejumlah staf yang terdiri dari, bidang keuangan, SDM, iklan, promosi, sirkulasi, percetakan, dan bidang non redaksi lainnya.

    Pimpinan Redaksi, bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan pemberitaan, menentukan berita yang layak maupun tidak layak untuk dimuat serta kegiatan redaksional lainnya. Pimpinan redaksi membawahi. Sejumlah wartawan yang sehari-hari bertugas mencari berita.

    Dalam manajemen bidang redaksi, terdapat sejumlah sub-bidang yang lebih kecil lagi yaitu bidang editorial dan non editorial sebagai berikut:

    Bidang Editorial. Dikenal dengan sebutan redaksi dan merupakan titik sentral dari seluruh kegiatan perusahaan karena pada sub bidang inilah para wartawan menjalankan aktivitasnya. Sebagai perusahaan pers, produk yang dihasilkan sangat bergantung pada hasil tulisan wartawan. Untuk menunjang kegiatan mencari dan menulis berita, maka pada sub bidang ini dise-lenggarakan dua rapat rutin yaitu:

    Rapat Proyeksi: Dilaksanakan setiap hari (bagi harian) dan mem-bicarakan tentang masalah-masalah mengenai rencana dan pembagian tugas mencari berita untuk penerbitan berikutnya. Rapat ini wajib diikuti oleh seluruh reporter yang akan bertugas di lapangan.

    Rapat Budget: Dilaksanakan setiap hari (bagi harian) membicarakan tiga hal sbb: Rencana isi halaman koran untuk terbitan mendatang, Eva­luasi isi koran pada hari ini, dan Membuat kesepakatan bersama untuk mengambil keputusan terhadap masalah-masalah yang dihadapi.

    Bidang Non-Editorial. Dikenal dengan istilah non-redaksi. Bidang ini mendukung operasional dari sub bidang editorial/redaksi dan terdiri dari tiga bagian yaitu:

    Bagian Produksi. Bidang ini menerima materi naskah dan foto dari sub bidang serta materi iklan dari Departemen Iklan. Tugas bidang ini ada­lah mengatur isi halaman, tata letak, kualitas foto dan warna-warna desain, kemudian melakukan montase (menggabungkan) dan terakhir dimasuk­kan dalam plat making.

    Bagian Sekretariat Redaksi. Bertanggungjawab untuk urusan proyeksi liputan, bahan dan pengetikan data, administrasi, surat-surat dan faksimil, budget dan evaluasi produktivitas wartawan, undangan peliputan dan perjalanan dinas, honorarium dan surat-surat tugas koresponden.

    Bagian Perpustakaan dan Dokumentasi. Bagian ini mendukung operasional sub bidang editorial dalam hal penambahan sumber informasi, literatur, dan tempat penyimpanan bahan non cetak (seperti foto, slide, negatif film dan contact print).

    Sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah, manajemen bidang usaha, yang merupakan patner utama dalam mendukung mekanisme kerja redaksi, terutama pada sektor Sumber Daya Manusia (SDM), Keuangan, Corporate Controller, Distribusi, Sirkulasi, Market Development dan Business Development.

    Oleh: Irsyad Muchtar

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post