• Koperasi Keluarga Guru Jakarta

    Reformasi sejatinya digelindingkan dengan tujuan terpenting meman¬dirikan bangsa. Mandiri dalam arti yang sesungguhnya. Kemandirian berarti suatu keadaan tanpa, atau dengan sesedikit mungkin, keter¬gantungan pada pihak lain. Sayangnya, makna kemandirian selalu lebih mudah diucapkan ketimbang diwujudkan.

    Kesulitan seperti itu dapat dilihat misalnya di dalam lembaga perko¬perasian. Mereka yang pernah dinobatkan sebagai koperasi berprestasi nyatanya tidak cukup tahan banting melewati tantangan. Celakanya, penyebab utama kegagalan itu tidak melulu lantaran lemah menghadapi persaingan pasar, tetapi juga kondisi internal, baik karena faktor lemahnya sumber daya manusia (SDM), manajemen maupun permodalan. Di sisi lain, acap kali kita lihat kehebatan koperasi karena ditopang oleh faktor figur (patron). Dan ketika figur atau pimpinan tersebut berhenti menjabat, koperasinya pun perlahan redup.

    Kecenderungan bahwa sukses koperasi adalah sukses figur pimpinan¬nya seolah menjadi keniscayaan sejarah. Di masa pemerintahan Orde Baru, koperasi tumbuh di tengah prakarsa dan insiatif penguasa. Figur pimpinan Koperasi Unit Desa (KUD) misalnya, identik dengan mantan pejabat desa, seperti mantan lurah, mantan polisi, guru maupun pejabat pemerintah lainnya yang purna tugas.

    Dengan kepemimpinan yang menyusup dari atas itu (top-down), memang sulit bagi koperasi untuk menjejakkan kaki di pelataran bisnis murni. Apalagi kapasitas para ‘mantan’ pejabat yang umumnya awam dengan kavling bisnis. Maka yang terjadi adalah tingginya ketergantungan kope¬rasi terhadap bantuan pemerintah. Itu sebabnya mengapa kebanyakan ko¬perasi begitu sulit berkembang.

    Jagad perkoperasian kita memang penuh warna. Ada koperasi yang ber¬diri lantaran menunggu program bantuan atau kredit murah pemerintah. Tapi banyak juga koperasi yang mampu menunjukkan tajinya sebagai ba¬dan usaha ekonomi rakyat yang tangguh. Contoh cukup fenomenal adalah Koperasi Keluarga Guru Jakarta (KKGJ) yang mampu melewati perjalanan lebih setengah abad.

    Beroperasi di lingkungan terbatas, yaitu hanya melajani para tenaga pendidik di level sekolah dasar, tak membuat pamor KKGJ hanya beredar di lingkungan sekolahan saja. Dengan terus mengembangkan kualitas pelayanan anggotanya secara mantap dan profesional, koperasi para guru ini membuktikan kelasnya sebagai koperasi yang layak jadi contoh.

    Ketika negeri ini memasuki masa sulit (krisis moneter 1997), KKGJ justru menunjukkan eksistensinya sebagai penyelamat ekonomi anggota (guru). Bahkan masih di tengah masa sulit itu, KKGJ pada 1998 mampu meyakinkan perbankan mengucurkan kredit untuk para guru senilai Rp 3,5 miliar. Jaminannya, aset berupa sebidang tanah seluas delapan hektar di bilangan Bogor. Besaran aset yang jadi jaminan itu sangat tidak memadai jika dibanding dengan jumlah modal yang dikucurkan, namun perbankan melihat prospek pasar yang cukup besar di KKGJ yaitu sebaran anggota sebanyak 23.000 orang para guru SD di Provinsi DKI Jakarta.

    Mengapa solusi pengembangan usaha KKGJ harus bermitra dengan perbankan? Pertanyaan ini menarik mengingat selama ini begitu sulitnya koperasi merajut mitra dengan perbankan. Bagi pengurus KKGJ dunia perbankan menjadi salah satu instrumen untuk mempertegas fungsi pelayanan terhadap anggota. Dengan sebaran anggota yang begitu besar dan tingkat kebutuhan yang nyaris seragam, yaitu peminjaman dana, maka unit simpan pinjam merupakan alternatif bisnis paling potensial. Masalah¬nya dari mana harus mendapatkan dana guna membiayai kebutuhan dana anggota yang begitu besar. Itu sebabnya perbankan menjadi solusi. “Jika ingin untung besar harus berbisnis secara besar, dan untuk itu diperlukan modal besar.” Begitu tekad yang pernah ditegaskan oleh pengurus KKGJ dalam upaya menyiasati pengembangan usaha.

    Ketika memperoleh dana perbankan sebesar Rp 3,5 miliar itu, seutuhnya dimanfaatkan bagi kelangsungan usaha, antara lain dibelikan aset baru berupa tanah sawah, pabrik penggilingan padi (rice milling unit-RMU) dan SPBU. Dengan aset tersebut, pihak bank dengan ringan mengalirkan pinjaman dalam jumlah tiga kali lipat. KKGJ pada akhirnya mampu merebut simpati bank.

    Dalam tempo relatif singkat, KKGJ menjelma menjadi koperasi sehat dengan total aset sebesar Rp 157 miliar per 31 Desember 2005. Pada ta¬hun buku 2005 saja, KKGJ tercatat menggulirkan modal dari sebuah bank sebesar Rp 65 miliar. Pada periode 2006, sesuai dengan komitmen pengurus dan pihak bank, dana yang dialokasikan meningkat menjadi Rp 70 miliar. Menyadari porsi terbesar modal yang berputar adalah modal bank, pengurus mengajak anggota agar mau menambah modal sendiri. Sejauh ini, pendapatan koperasi yang disetorkan kepada pemilik modal (bank) setiap tahun sekitar Rp 3 miliar. Maka, dengan langkah mengurangi pinjaman modal dari bank, pendapatan yang akan dinikmati oleh anggota dengan sendirinya menjadi lebih besar.

    Ajakan dan upaya pengurus kepada anggota membawa hasil. Melalui perdebatan dan pembahasan yang seru, anggota setuju menaikkan simpanan wajib sebesar dua kali lipat, dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000 per bulan. Dengan jumlah anggota KKGJ yang mencapai 23 ribu orang, tambahan dana simpanan wajib Rp 50 ribu per bulan berarti terkumpul modal tanpa bunga sebesar Rp 1,150 miliar. Dalam tempo setahun, modal KKGJ bertambah sebesar Rp 13,8 miliar. Uniknya, keputusan kenaikan tersebut hanya memerlukan waktu sekitar lima menit. Kesepakatan itu dihasilkan anggota secara aklamasi dalam sebuah rapat perencanaan khusus. Hal ini tak terlepas kaitannya dengan sosialisasi yang digiatkan pengurus dan pengawas melalui kegiatan pra Rapat Anggota Tahunan (RAT) di setiap kecamatan (komisariat) di wilayah DKI Jakarta.

    Sebelum menorehkan prestasi, KKGJ sempat mengalami masa-masa pahit. Koperasi yang berdiri pada 14 September 1952 ini pernah kolaps. Periode 1977–1983 KKGJ bisa dika¬takan berada di titik nadir. Berawal dari kekeliruan menerapkan sistem manajemen serta minimnya SDM yang cakap. Pengurus bahkan diklaim telah memberangus cita-cita luhur para penggagasnya. Koperasi hanya menjadi ajang manipulasi para oknum pengurus. Organisasi, usaha dan mentalitas pengurus dan karyawan yang amburadul mengakibatkan anggota frustasi bahkan kehilangan kepercayaan kepada koperasi.

    Lahir dengan nama Koperasi Kredit Guru-guru Djakarta Raya (KKGD), dengan badan hukum (BH) No. 815 pada 18 April 1953, merugi Rp 38 juta. Pengurus juga mempunyai tunggakan sebesar Rp 728 ribu. Penyebab kerugian, antara lain, koperasi menanggung beban bunga tinggi, 5% per bulan kepada investor yang notabene oknum anggota KKGJ. Berkat beberapa anggota yang benar-benar memahami koperasi, sebuah jalan keluar ditemukan. Mereka tampil dan membenahi kekacauan di dalam tubuh KKGJ. Mandat untuk pengurus baru ini dihasilkan melalui Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) pada 28 Januari 1984. Pada 11 Maret 1984, pengurus hasil RALB dilantik tetapi mereka baru benar-benar aktif pada Juni 1984.

    Diketuai H. Saprawi, kinerja pengurus mulai memperlihatkan hasil positif. Babak baru kebangkitan pun dimulai. Pada tahun pertama, iklim perubahan itu mulai terasa. Secara psikologis, kepercayaan para guru SD di Jakarta pulih perlahan-lahan. Jumlah anggota pun terus meningkat dari waktu ke waktu. Dalam rentang 10 tahun (1984-1994), jumlah anggota naik drastis dari 4.817 orang menjadi 23.728 orang, sebuah peningkatan rata-rata 39,25% per tahun. Jumlah tersebut sudah mencapai sekitar 80% dari potensi guru SD yang ada. Dana permodalan yang dihimpun KKGJ pun berlipat ganda, dari Rp 6,3 juta pada 1984 menjadi Rp 3,478 miliar pada 1994, atau tumbuh dengan angka rata-rata Rp 347,173 juta per tahun.

    Dalam kurun waktu 10 tahun berikutnya kinerja mereka melambung. Tahun buku 2004 KKGJ membuktikan sebagai koperasi primer yang tumbuh sangat sehat. Total aktiva melesat hingga menembus angka Rp 107,127 miliar. Keberhasilan itu adalah buah keseriusan dalam penge¬lolaan koperasi. Prinsip “sedikit bicara banyak berkarya” atau “boleh berbicara tetapi tetap berkarya” menjadi moto pengurus periode 1998-2002 itu ternyata mempengaruhi perkembangan KKGJ. Tokoh yang mewar¬nai perkembangan itu adalah Agustitin Setyobudi, Ketua I KKGJ saat itu. Menurut Agustitin Setyobudi, ia bersama pengurus lain selalu berusaha merealisasikan apa yang telah diprogramkan dengan satu tujuan yaitu mencapai kesejahteraan anggota.

    Koperasi guru yang berlokasi di Jalan Poris Raya, Pisangan Baru, Jakarta Timur, itu telah terbukti berkinerja mengagumkan. Dari gedung ber¬lantai dua yang menjadi pusat operasi itu, KKGJ mengendalikan sejumlah unit usaha yang mencakup agribisnis (kebun belimbing), sawah, penggilingan padi (RMU), SPBU, unit simpan pinjam (USP), perda¬gangan umum, wartel, depot air isi ulang, tabungan haji, tabungan pensiun, Pusat Pelatihan dan Pendidikan Guru-guru SD (P3GSD) dan kolam renang. Unit-unit usaha KKGJ sebagian besar melibatkan aktivitas ang¬gota, kecuali SPBU, unit-unit lain masih terkait anggota. Sebelum tahun buku 2000, pusat kendali operasional KKGJ masih menyewa bangunan di Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Untuk mengoptimalkan kegiatan usahanya, KKGJ mempekerjakan lebih dari 100 orang.

    Semua unit usaha pendapatannya selalu naik setiap tahun. Termasuk P3GSD yang baru satu tahun berjalan sudah mampu berkontribusi. Kecuali kolam renang yang baru dioperasikan pada awal 2006. Khusus P3GSD yang dioperasikan sejak 2004 telah digunakan untuk pelatihan kom¬puter multimedia. Seluruh peserta berasal dari 1.920 SD di DKI Jakarta. Kiat keberhasilan KKGJ terlihat dari konsistensi pelayanan dan kegiatan usaha yang terkait pada kepentingan anggota.

    Konsistensi pelayanan dan keseriusan menggarap usaha, kendati ha¬nya bernama koperasi guru, pada gilirannya membuahkan hasil menggembirakan. Kinerja usaha yang baik itu terlihat dari perkembangan jumlah modal yang berhasil dihimpun. Total aktiva sebesar Rp 107,2 miliar pada tahun buku 2004 meningkat menjadi Rp 127,7 miliar tahun buku 2005. Jumlah piutang yang Rp 76.9 miliar tahun sebelumnya meningkat Rp 92,7 miliar pada 2005. Jumlah simpanan anggota juga ikut naik, dari Rp 24,3 miliar menjadi Rp 30,8 miliar. Jumlah modal dari Rp 30,8 miliar meningkat menjadi Rp 34 miliar.

    Unit USP pada tahun buku 2005 membukukan pendapatan sebesar Rp 20,2 miliar, meningkat 31% dari tahun buku sebelumnya yang Rp 15,4 miliar. Jumlah piutang yang diserap anggota sebesar Rp 72,5 miliar, atau naik sebesar 17% dari tahun buku 2004 sebesar Rp 62 miliar. Pada tahun buku 2005 portofolio pinjaman didominasi pinjaman komersial sebesar Rp 40,7 miliar, atau naik 56% dari total pinjaman yang diberikan kepada anggota. Tepatnya, pengguna pinjaman komersial sebanyak 2.884 orang dengan rata-rata pinjaman Rp 16,4 juta. Dari unit perdagangan umum yang meliputi penjualan dan kredit sepeda motor, barang elektronik, optik, alat kesehatan, daging dan hati—jumlah pendapatan tercatat sebesar Rp 1,7 miliar. Penyumbang pendapatan terbesar adalah penjualan sepeda motor, sebesar Rp 386 juta. Unit SPBU menyumbang pendapatan sebesar Rp 672 juta atau meningkat lima persen dari tahun buku sebelumnya sebesar Rp 642 juta dari total penjualan sebesar Rp 21,3 miliar. Unit wartel dan depot air isi ulang memberikan kontribusi sebesar Rp 347,4 juta.

    Unit agribisnis meliputi sawah dan kebun. Di Karawang, untuk sawah dilengkapi dengan sarana RMU, dan kebun belimbing di Citayam, Bogor. Dari kedua jenis usaha itu KKGJ memperoleh pendapatan sebesar Rp 231,3 juta atau naik dua persen dibanding tahun buku 2004 yang sebesar Rp 227 juta. Sedangkan untuk tabungan pensiun dan tabungan haji terkumpul sebesar Rp 11,1 miliar, terdiri dari Rp 9,9 miliar tabungan pensiun dengan jumlah penabung 4.879 orang dan Rp 1,2 miliar untuk tabungan haji dengan jumlah penyimpan sebanyak 148 orang.

    Untuk unit usaha yang baru tiga tahun (tahun buku 2005) yaitu sarana P3GSD, kontribusinya terhadap pendapatan cukup signifikan. Dengan dukungan sub unit penerbitan dan wisma diklat, unit ini membukukan pendapatan sebesar Rp 555 juta atau naik satu persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp 552 juta. Pendapatan tersebut sebenarnya bisa lebih besar. Menurut Agustitin, sub unit penerbitan malah dapat berkontribusi lebih besar terhadap unit PGSD. Sayangnya, piutang di sekolah-sekolah senilai Rp 5,15 miliar per Desember 2004 tidak tertagih.

    Paket diklat yang diselenggarakan P3GSD mencakup latihan dasar kepemimpinan siswa, outbound, pesantren lintas-agama dan pesantren Ramadhan. Untuk pengembangan pembelajaran, P3GSD menjaring siswa tingkat TK dua kelas, SD dua kelas keduanya adalah mengikuti program pembelajaran TK-SD laboratorium sebagai sekolah unggulan. Sedang pengembangan sekolah lanjutan telah dibuka Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP).

    Dengan berbagai jenis usahanya, pada 2005 KKGJ 2005 membukukan SHU sebesar Rp 6,014 miliar; meningkat sekitar Rp 376 juta dari tahun buku 2004 yang berjumlah Rp 5,638 miliar.

    Senapas dengan profesi pengurus dan para anggotanya, KKGJ sangat peduli pada misi pendidikan. Pengurus pun senantiasa menanamkan pemahaman tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang benar kepada seluruh anggota. Wisma P3GSD merupakan sarana untuk itu. Faktor lainnya kepengurusan yang solid, mumpuni dan jujur menjadi magnet anggota mempercayai koperasi. Untuk mewujudkan cita-cita itu pengurus harus lebih memahami. Tanpa menguasai ilmu, menurut Yitno Suyoko, Ketua Umum, sulit mengakomodasi keinginan anggota yang sedemikian beragam secara memadai. Eksistensi pengurus dipertaruhkan untuk melayani sekitar 23.000 anggota KKGJ.

    Jika diurus oleh orang yang tidak cakap, abai pada pendidikan dan pelatihan, kelangsungan hidup sebuah koperasi amat riskan. Selain tidak terjadi regenerasi, pemahaman wawasan perkoperasian di kalangan anggota pun minim. DKI Jakarta, misalnya, sebagaimana data Dinas Koperasi dan UKM, dari sekitar 6 ribu unit koperasi yang aktif hanya sekitar 30%. Itu pun, didominasi koperasi fungsional, seperti koperasi pegawai/BUMN, TNI/Polri dan kopkar yang relatif aktif mendapat pembinaan secara kontinyu. Selebihnya KSP dan beberapa unit KSU.

    Secara kontinyu KKGJ menggembleng para anggotanya di Wisma P3GSD di Citayam, Bogor. Selain diikuti oleh para guru SD di DKI Jakarta, penggemblengan itu juga mengikutsertakan guru-guru dari daerah lain. Semua biaya ditanggung koperasi, peserta pun mendapat uang saku. Biaya yang dialokasikan untuk pembinaan sebesar Rp 26,6 juta per angkatan atau jumlah totalnya sekitar Rp 425,6 juta untuk 16 angkatan. Materi pelatihanan ‘Menjadi Guru Profesional’ tersebut antara lain, UU No 14/2005 tentang Sisdiknas, reaktualisasi profesionalisme guru dan kewirakoperasian, kurikulum baru dan aplikasinya serta KKGJ dalam berbagai tinjauan. Kegiatan ini juga bertujuan meningkatkan pengetahuan anggota yang berprofesi guru sebagai kader koperasi.

    Saking konsennya terhadap pendidikan, KKGJ memberikan pinjaman pendidikan tanpa bunga. Koperasi guru-guru SD Jakarta ini termasuk sedikit jumlah koperasi yang sudah eksis mengakses permodalan kepada lembaga perbankan. Di saat masih banyak koperasi yang mengharapkan bantuan permodalan berbunga lunak dari pemerintah. Koperasi para guru SD se-DKI Jakarta ini sudah leluasa mengakses permodalan dari lembaga keuangan dengan bunga komersial. Hasilnya, berapa pun anggota perlu dana, bank setiap saat siap melayani. Artinya, sudah melewati fase fleksibel dan dinamis sebagai lembaga usaha. Sehingga misi ingin melayani anggota secara maksimal dapat diwujudkan.
    Tahun buku 2006 KKGJ kembali membuat komitmen dengan Bank Mega Syariah Indonesia (BMSI) senilai Rp 70 miliar, lebih banyak sebesar Rp 5 milir dibanding tahun buku sebelumnya. Selain untuk membantu permodalan usaha, dana tersebut juga dialokasikan untuk membiayai kepentingan anggota. Pasalnya, dengan berlakunya Undang-Undang Pendidikan, para guru SD yang belum menamatkan pendidikan S1 wajib menyelesaikan jenjang tersebut. KKGJ menjalin kerja sama dengan Universitas Hamka (Uhamka) Jakarta. Sebelumnya, kerja sama ini telah dilakukan untuk anggota yang ingin menempuh jenjang pascasarjana (magister). Biaya untuk anggota yang mengikuti program tersebut ditalangi oleh koperasi sampai lulus S2, dan mereka mengembalikan dana dengan cara mengangsur.

    Khusus bagi anggota yang berminat kuliah di Uhamka, KKGJ membuka pendaftaran di tingkat komisariat (perwakilan KKGJ di setiap kecamatan di DKI Jakarta). Anggota yang tidak belajar di Uhamka harus menanggung sendiri pembiayaannya. Kecuali yang melalui program KKGJ, administrasi pembayaran ditanggung koperasi. Tahun buku 2006, menargetkan sekitar 2.000 anggotanya dapat menempuh jenjang S1 yang dibiayai koperasi. Bagi guru SD yang baru diploma II (DII) dapat ditempuh dua setengah sampai tiga tahun.

    Pengurus KKGJ berkeyakinan, hal terpenting tentang pengurus adalah kejujuran dan kecakapan. Pengurus yang jujur melahirkan kepercayaan anggota, sehingga anggota tidak berkeberatan memodali koperasi. Sedang kecakapan membuat modal yang ditanamkan mampu dilipatgandakan melalui keuntungan yang diperoleh. Kecakapan dipetik melalui adopsi adopsi ilmu-ilmu ekonomi yang mengajarkan tata cara berusaha, yang selanjutnya dipadukan dengan ilmu-ilmu koperasi dengan ciri watak sosial yang kental. Kedua unsur tersebut dapat menghasilkan sinergi berkat adanya niat nan tulus. Dikombinasikan dengan bergabungnya para wirausahawan, sumberdaya manusia yang mempunyai wawasan entrepreneur, dinamika dan kemajuan sebuah koperasi semakin terkondisi untuk bertumbuh di ranah yang subur.

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post