• Koperasi Susu Warga Mulya Sleman - Yogyakarta

    Koperasi satu ini, tampaknya menjadi andalan peternak sapi perah untuk memasarkan hasil produksi peternak di sekitar Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Selain tergolong mampu membantu anggota secara baik, interaksi antara anggota dan koperasi setiap hari berjalan dengan teratur. Khususnya terkait aktivitas anggota menyetor susu sapi ke koperasi. Sebaliknya, lembaga koperasi juga dapat menyediakan pakan ternak sapi bagi kebutuhan anggotanya. Yang jelas, selama ini pasar susu pasteurisasi dalam kantung siap saji masih sangat terbatas. Akibatnya, pasar susu segar hasil produksi anggota koperasi ini masih sangat bergantung kepada IPS, yaitu PT Sari Husada, di Yogyakarta.

    Mendekati Domisili Anggota
    Koperasi Susu “Warga Mulya” punya sejarah cukup panjang. Yang termasuk paling khas mengiringi perkembangan koperasi ini adalah: seringnya tempat domisili koperasi berpindah dan nomor badan hukum yang juga berubah.

    Secara kronologis, koperasi ini berdiri pada 26 September 1978. Saat itu didukung oleh 126 anggota sebagai peternak sapi perah. Setahun kemudian, status badan hukum koperasi diperoleh pada tanggal 30 Januari 1979 dengan nomor: 1.128/BH/XI/1979 dengan wilayah kerja meliputi se-Provinsi DI Yogyakarta, kala itu masih berkantor di Komplek Dinas Peternakan Kotamadya Yogyakarta.

    Sejalan perkembangan jumlah anggota koperasi, sekaligus kegiatan usaha atau kebutuhan anggota bagi kegiatan produksi susu sapi, pada tahun 1989 koperasi susu ini memindahkan kegiatannya ke alamat baru di Dusun Kembang, Maguwoharjo, Depok Kabupaten Sleman.

    Kemudian pada tahun 1991 badan hukum koperasi diubah dengan No: 1.128a/BH/XI/1991. Begitu pula sebagai dampak dari terus berkem­bangnya koperasi dan untuk mendekatkan dengan lokasi/domisili anggota agar pelayanan lebih optimal, maka pada 1 April 1999 koperasi susu “Warga Mulya” menempati gedung baru di Dusun Bunder, Purwo­binangun, Pakem, Kabupaten Sleman. Pada saat itu nomor badan hukumnya juga berubah lagi menjadi No:27/BH/KWK.12/V/1998.

    Praktis selama 10 tahun, koperasi ini telah pindah alamat tiga kali dan tiga kali berubah badan hukum. Sementara itu sampai tahun 1998, ang­gota koperasi bertambah menjadi 681 orang dan 41 orang calon anggota. Mengenai perkembangan anggota koperasi, secara rinci dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel I.

    Menurut dokumen yang ada di koperasi, pendiri atau sebagai pro­motor yang menandatangani anggaran dasar pada tahun 1978 koperasi susu ini ada lima orang, masing-masing drh H Soekarno, Abdul Ghani, RS H Hardjoni, Dwidjo Pradipto dan Margono HW. Mendampingi para pendiri ini, terdapat pengurus yang saat itu sebanyak sembilan orang. Su­sunan lengkapnya sebagai berikut: drh H. Soekarno (ketua I),
    Ir Sumardjo (ketua II), S. Harjono (ketua III), Rustamiyarso (sekretaris I), Ign. Harto, B.Sc (sekretaris II), Dalidjan SD (sekretaris III), Margono HW (bendahara I), Saliman (bendahara II), dan Pardjiman (bendahara III).

    Koperasi Susu Warga Mulya sangat menyadari strategisnya posisi sumber daya manusia (SDM). Itu sebabnya, mengingat pentingnya kualitas faktor SDM ini, baik pengelola (pengurus dan karyawan) maupun anggota seringkali menyelenggarakan berbagai kegiatan pelatihan bagi anggota dan pengelola. Tak terkecuali, aktivitas penyuluhan bagi anggota dan calon anggota juga sering dilakukan. Bukan hanya terbatas di lingkungan koperasi. Bahkan kegiatan di luar koperasi termasuk di luar kabupaten dan provinsi juga biasa digelar. Untuk kegiatan ini koperasi sering beker­jasama dengan dinas peternakan, perindustrian dan koperasi.

    Kegiatan yang bersifat dinamis hasil interaksi antara pengurus, pe­ngelola dan karyawan koperasi ternyata sangat bermanfaat. Mengapa demikian? Sebab, aktivitas tersebut juga mempengaruhi pemahaman dan kesadaran para anggota dalam berkoperasi. Tegasnya, para anggota ko­perasi semakin mengerti bahwa selain sebagai pemilik koperasi (owners), mereka juga sebagai pengguna koperasi (users).

    Prospek Pasteurisasi
    Kekuatan utama usaha koperasi ini, adalah menampung, mengolah, serta memasarkan susu sapi produksi anggotanya. Termasuk di dalamnya menyediakan kebutuhan anggota bagi menunjang produksi susu. Kondisi tersebut dapat tergambar dari kinerja usaha koperasi dari waktu ke waktu, yang menunjukkan perkembangan cukup signifikan. Kondisi tersebut da­pat dilihat pada perkembangan volume usaha unit susu, pakan dan pas­teurisasi yang dari waktu ke waktu yang terus meningkat (lihat tabel 2). Mengapa unit usaha pasteurisasi sangat prospektif? Karena sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terutama di perkotaan. Mereka mengetahui benar, meminum susu sapi segar adalah upaya sangat baik bagi peningkatan gizi dan kesehatan msyarakat.

    Namun demikian, walaupun sudah memproduksi cukup banyak atau sekitar ribuan kantung susu pasteurisasi per hari, ternyata masih ada kendala. Yaitu, pihak koperasi belum memiliki izin resmi dari Dinas Kese­hatan. Alasan Dinas Kesehatan setempat, proses pengolahan susu tersebut dianggap masih kurang memiliki peralatan standar seperti yang telah ditetapkan oleh instansi terkait atau Departemen Kesehatan.

    Mengacu pada keragaan tabel 2, perlu dikemukakan sejak 2003 koperasi mendirikan unit usaha simpan pinjam (USP). Ki­nerjanya cukup baik. Artinya, walaupun volume usahanya masih seratusan juta per tahun, tetapi sisa hasil usahanya tergolong paling besar. Maksud­nya, USP dapat berperan sebagai unit usaha pendukung yang paling prospektif. Sebagai gambaran, SHU koperasi pada tahun 2003-2005 sebagian besar diantaranya (lebih dari 50 persen) disumbang oleh USP. Sedangkan usaha yang belum memberikan kontribusi terhadap SHU adalah pengadaan pedet.

    Selain itu, ada kenyataan bahwa akhir-akhir ini jumlah anggota yang aktif berkurang. Hal ini disebabkan kepemilikan jumlah sapi yang kurang efisien untuk setiap anggota. Penyebab lainnya, rata-rata umur sapi yang semakin tua sehingga produktivitasnya menurun.

    Namun demikian secara keseluruhan, volume usaha unit susu pada masing-masing kelompok masih terus meningkat. Hal ini tak lain karena harga susu yang meningkat cukup baik di pasaran. Di sisi lain, adanya sebagian anggota yang memiliki sapi tergolong cukup banyak. Sekadar gambaran, tingkat kepemilikan sapi terendah di koperasi ini adalah 2 ekor per anggota. Sedangkan kepemilikan tertinggi adalah 23 ekor per anggota.

    Sementara itu terkait gambaran kinerja keuangan Koperasi Susu Warga Mulya, secara sekilas dapat dicermati pada tabel 3. Dapat tergambarkan, dalam dua tahun terakhir kondisi keuangan koperasi memperlihatkan kecenderungan yang lebih baik. Maksudnya, dari perbandingan total jumlah total aktiva-passiva pada 2005 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan kekayaan bersih yang mampu mendukung seluruh kegiatan koperasi juga meningkat.

    Transparansi
    Jika mencermati lebih jeli, koperasi yang beroperasi di sekitar kaki Gunung Merapi ini sebenarnya mem­punyai sejumlah keunggulan. Pertama, anggota sangat tergantung pada koperasi. Terutama sisi pe­masaran susu produk sapi ke IPS. Kedua, interaksi antara anggota dengan pengelola dan pengurus terjadi cukup intensif. Baik ketika menyetor susu setiap hari maupun adanya pertemuan pe­nyuluhan dan diskusi sekurang-kurangnya 4 kali dalam satu bulan.

    Ketiga, adanya sikap keterbukaan pengurus dan pengelola koperasi. Keempat di sisi pengkaderan, pengurus yang akan menggantikan pengurus lama telah mengalami proses pengkaderan dengan waktu yang cukup panjang. Kelima, koperasi menyediakan berbagai keperluan anggota. Baik terkait dengan produksi susu maupun kebutuhan lain, termasuk melayani jasa keuangan anggota melalui unit USP. Meskipun begitu, koperasi juga memiliki kelemahan yang perlu disiasati bersama. Misalnya pasar output produk susu bersifat monopsoni.

    Konkritnya, apabila ada masalah di PT Sari Husada selaku pembeli, maka koperasi mengalami kesulitan memasarkan susu produksi anggota yang sifatnya harian. Fakta lain menunjukkan, anggota peternak belum menjadikan profesi peternak sebagai mata pencaharian utama alias masih melakukannya secara sambilan. Mudah diduga hasilnya menjadi tidak maksimal.

    Solusinya, berbagai langkah pendekatan atau lobi bisnis perlu ditem­puh atau bekerjasama dengan kalangan IPS. Sedangkan ke kalangan anggota juga perlu diupayakan pelatihan atau pendidikan untuk menya­darkan sikap profesional dan martabat sebagai peternak.***

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post