• Koppas Kumbasari Denpasar Bali

    Semula koperasi ini diberi nama Koperasi Pasar (Koppas) berdasarkan kesepakatan pada saat pendiriannya 25 tahun yang lalu, tepatnya pada 31 Januari 1981 atas prakarsa I.G.N. Ketut Suardika, BSc. Misi awalnya sangat sederhana namun mulia yaitu melepaskan para pedagang pasar dari jeratan rentenir yang hanya berorientasi kepada laba. Pada masa menyuburnya rentenir, pedagang pasar di lingkungan Pasar Kumbasari, Badung, Bali yang membutuhkan modal dapat meminjam dengan mudah. Tidak perlu jaminan, karena umumnya sudah saling kenal dan lokasi usahanya sudah diketahui. Sayangnya, beban yang harus ditanggung para pedagang sangat berat namun tidak ada pilihan lain.

    Pinjaman yang wajib diangsur setiap hari oleh para pedagang pasar berbunga mencapai 50% per bulan. Saat itu pedagang tidak memiliki alternatif lain. Pemberlakuan pembayaran sistem harian ini jelas memberi keuntungan besar bagi rentenir walau berbunga tinggi tetapi nampak ringan. Kenyataannya, para pedagang merasa tertolong dengan pola pinjaman yang cepat, mudah, tidak berbelit-belit dan boleh mencicil setiap hari. Namun lama-kelamaan pedagang merasakan pendapatan mereka tidak mengalami perubahan keuntungan walau secara omset meningkat.

    Alhasil, mereka seringkali ingkar membayar kewajiban-kewajiban yang lain, seperti membayar retribusi pasar, hutang barang kepada pemasok kecil dan besar. Akibatnya, hutang terus bertambah dan pemasok pun enggan mensuplai barang-barang.

    Nah, melihat beban yang terus menumpuk dipundak para pedagang pasar ini, menggugah hati Ketut Suardika untuk mencari solusi dengan mendirikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Menurutnya, dengan berkoperasi misi yang telah diterapkan para rentenir seperti pemberian pinjaman dengan cara cepat, mudah dan tanpa jaminan yang memberatkan juga bisa diwujudkan malah bunga bisa lebih ringan.

    Maka, bersama 28 orang yang memiliki tekad kepedulian yang sama mendirikan Koppas Kumbasari. Awalnya tidak mudah, sebab saat itu Pak Ketut ini masih menjabat sebagai Kepala Pasar Kumbasari. Kemudian dalam kapasitasnya sebagai Kepala Pasar Kumbasari Ketut Suardika ini memberikan bantuan modal awal sebesar Rp 200 ribu. Nilai tersebut cukup besar ketika itu sebab jika dikurs sekarang nilainya kemungkinan setara dengan Rp 20 juta. Jadilah koperasi pasar dengan modal awal sebesar Rp 400 ribu. Terdiri atas Rp 200 ribu bantuan dari Kepala Pasar Kumbasari, Rp 140 ribu simpanan pokok dan Rp 60 ribu berasal dari simpanan Ketua Koppas Kumbasari Ketut Suardika.

    Tantangan pasti ada mengingat para lintah darat setiap hari terus keluyuran merambah seluruh sudut pasar. Namun, langkah mereka perlahan terhambat, mengingat pesaingnya adalah koperasi yang operasionalnya telah legal. Kendala selanjutnya, buat para riba itu, penguasa pasar tersebut telah menjadi ketua koperasi dengan jiwa yang penuh kepedulian pada sesama. Maka, dengan jiwa yang telah berseberangan dengan para rentenir itu, jika terus berseliweran di pasar tersebut akan beresiko. Lambat laun mereka pun menghindar mencari ladang lain.

    Keuntungan ganda bagi para anggota koperasi pun didapatkan. Mereka tidak lagi menjadi sasaran empuk rentenir, kemampuan bersaing makin meningkat, pemasok barang kembali mempercayai mereka. Dampaknya kemampuan meningkatkan pendapatan tercapai. Masa subur rentenir pun padam, mulailah koperasi berperan nyata membantu pengusaha mikro dan kecil anggota koperasi untuk menyediakan modal kerja. Kewajiban anggota membayar retribusi kepada Pasar Kumbasari tidak lagi menunggak, kenaikan omset penjualan benar-benar terasakan. Keuntungan juga meningkat dan kesejahteraan ekonomi mereka grafiknya perlahan naik.

    Sisi lain yang menarik untuk disimak, Koppas Kumbasari ini sebagian besar anggota atau hampir 65% didominasi kaum hawa. Per 31 Desember 2005 jumlah anggota tercatat sebanyak 6.385 orang sebanyak 4.769 orang adalah wanita dan 1.616 orang adalah pria.
    Hal ini sangat menarik, ternyata kaum perempuan Bali juga banyak yang menjadi entrepreneur yang fanatik dan perlu mendapatkan perhatian khusus. Bagi daerah lain pun layak menduplikasikan kiprahnya. Fenomena tersebut nampaknya juga belum mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah maupun pusat. Kecuali bantuan perkuatan berupa Dana Bergulir Kelompok Wanita (Proyek Gender) sebesar Rp 7,5 juta pada 2004. Secara nominal tentu masih kurang berarti dibandingkan dengan populasi anggota perempuan yang ada. Sesuai dengan hasil konperensi Millenium Development Goals (MDGs) yang diantaranya bertujuan membentuk sekitar enam juta wirausaha baru di Indonesia pada 2010, fakta ini layak mendapatkan atensi lebih lanjut.

    Secara formal Koperasi Pasar Kumbasari berdiri tanggal 18 Maret 1981 dengan adanya pengakuan dan pemberian Badan Hukum (BH) No 901/BH/VII/1981. Dalam perjalanan yang telah mencapai 25 tahun per 31 Desember 2005, Koppas Kumbasari selalu menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Koperasi pasar yang kegiatannya nyaris serba usaha kembali diarahkan menjadi koperasi yang fokus dengan kegiatan pokok pada simpan pinjam meskipun masih memiliki unit-unit toko. Namun, dinamika yang terjadi ternyata menghendaki ke jenis Koperasi Serba Usaha (KSU). Nama Koperasi Pasar pun dirubah menjadi Koperasi Pedagang Pasar Kumbasari (Koppas Kumbasari) dengan nomor BH baru (06/BH/PAD/Diskop/VII/2002).

    Secara harfiah nama Koppas Kumbasari bukan lagi mewakili Pasar Kumbasari saja tetapi sudah menjadi ‘milik’ para pedagang yang menjadi anggotanya. Penekanan kepada kata ‘pedagang’ sesudah kata koperasi akan lebih menumbuhkan sense of belonging (rasa memiliki) para anggota terhadap organisasi koperasinya. Hal ini tercermin pada tradisi yang sudah berlangsung dalam berbagai bentuk seperti pengembalian sebagian keuntungan koperasi kepada 20 orang anggota terbaik berupa hadiah sepeda motor, televisi, kulkas, atau biaya keikutsertaan dalam upacara keagamaan di luar Pulau Bali untuk suami-istri. Pemberian hadiah kepada 20 orang anggota yang menghadiri Rapat Anggota Tahunan (RAT) di samping penyediaan door prize dan pembagian jasa berupa kain kebaya kepada ibu-ibu pedagang.

    Tradisi tersebut tidak hanya tercermin pada pembagian hadiah kepada anggota tetapi dapat disimak dari kebiasaan menerima berbagai penghargan mulai dari tingkat Kabupaten Badung, provinsi dan nasional. Beberapa prestasi yang pernah diraih semasa masih di bawah panji Koperasi Pasar Kumbasari, adalah pada 1982-1983 Juara I dan II se-Kabupaten Badung, tahun 1984–1987 sebagai Juara I dan II tingkat Provinsi Bali, tahun 1985-1987 menjadi Juara Harapan dan Juara Terbaik V tingkat nasional. Selanjutnya selama lima tahun berturut-turut dari 1988-1992 menggondol Juara Teladan Tingkat Nasional. Prestasi ini terus dipertahankan sehingga pada 1993-1994 terpilih sebagai Juara Teladan Utama Tingkat Nasional.

    Bukan berarti perubahan status koperasi dari KSP menjadi KSU dengan nama Koppas Kumbasari akan menyurutkan langkah, tidak, prestasi terus terajut. Malah bukan cuma lembaga yang berpredikat terbaik, pengelola sekaligus orang yang berjasa yakni (alm) IGN Ketut Suardika pada 2001 dan 2003 yang menjabat sebagai manajer utama memperoleh penghargaan masing-masing Bakti Koperasi dari Menteri Koperasi dan Satya Lencana Wirya Karya dari Presiden RI. Pada 2003 dalam Kelompok Koperasi NIVO, Provinsi Bali meraih peringkat pertama dan pada 2003-2005 juga meraih predikat sebagai Koperasi Berprestasi Tingkat Provinsi Bali.

    Gelar juara dan penghargaan baru sejak berubah nama dan status tahun 2002 sebagai koperasi simpan pinjam belum sebanyak sebelumnya. Hal ini tidak berarti menurunnya prestasi karena aktivitas Koppas Kumbasari tetap mengalami eskalasi positif dikala dunia usaha secara umum mengalami degradasi. Keramaian kunjungan wisatawan manca negara dan domestik memang menurun drastis dan mempengaruhi omset perdagangan di Pasar Kumbasari secara umum. Seiring sepeninggal IGN Ketut Suardika, Ketua Koppas situasi di Provinsi Bali mengalami perubahan signifikan yang berdampak juga kepada perkembangan internal Koppas Kumbasari. Beberapa peristiwa berskala nasional dan internasional menimpa masyarakat Bali, misalnya, musibah kebakaran Pasar Kumbasari yang terjadi pada 2001, tragedi Bom Bali I dan II (12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005), isyu SARS, kasus flu burung dan isyu penggunaan formalin pada bahan pangan serta adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

    Meski perkembangannya tidak sepesat 10 tahun yang lalu, tidak dapat disangkal bahwa trauma peristiwa Bom Bali I dan II masih membekas. Peristiwa tersebut mengakibatkan terpuruknya kondisi perekonomian Provinsi Bali yang mengandalkan kepada pemasukan dari sektor pariwisata. Oleh karena itu, pengurus Koppas Kumbasari tidak menetapkan target program dan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang bombastis. Praktek ini dimaksudkan agar perkembangan Koppas Kumbasari tetap melaju dalam kapasitas optimal. Fokus pengembangan dan pembinaan (oleh pemerintah) sebaiknya tidak sebatas kepada Koppas Kumbasari sebagai organisasi tetapi kepada pemberdayaan anggota koperasi.

    Selama ini bantuan perkuatan pemerintah kepada Koppas Kumbasari masih terbatas dalam bentuk penghargaan atas prestasi yang dicapai. Dari sejumlah bantuan yang pernah diterima dapat diamati sebagai berikut, dari Dinas Koperasi Provinsi, berupa dana KCK (2000) sebesar Rp 2,5 juta, Modal Usaha Unit Pertokoan Rp 10 juta dan hadiah sebagai juara I dari Pemerintah Provinsi Bali sebesar Rp 10 juta. Sedang bantuan dari Kementerian Koperasi dan UKM yaitu Dana Bergulir PKPS-BBM Rp 100 juta dan Dana Bergilir Kelompok Wanita (program gender) Rp 7,5juta. Sementara dari Pemerintah Kabu¬paten Badung belum pernah.

    Perkembangan Koppas Kumbasari sebenarnya sangat didukung oleh sejumlah kantor unit pelayanan yang tersebar di 11 lokasi pasar tradisional dan pasar moderen, baik yang berlokasi di kabupaten Badung, Gianyar maupun di sekitar Kota Denpasar. Lokasi unit-unit pelayanan berada di beberapa pasar seperti, di Kabupaten Badung yaitu di Pasar Badung, Sembung, Kapal (2 unit), Latu Sari, Satrya dan pasar Mambal. Di Kabupaten Gianyar berada di pasar Sukowati.Sedang di Kota Denpasar berada di pasar Kereneng, pasar Anyarsari, pasar Sanglah dan pasar Abiantimbul, Kuta.

    Keberadaan kantor operasional sebagai kepanjangan tangan Koppas Kumbasari ini sangat membantu ekspansi usaha dan pelayanan kepada anggotanya yang tersebar di beberapa pasar tersebut. Sebab, komoditi yang diperdagangkan tidak terbatas pada kerajinan tangan dan produk tekstil.

    Pelajaran penting yang dapat dipetik dari perjalanan Koppas Kumbasari adalah bahwa pertumbuhan suatu lembaga termasuk koperasi, memerlukan sosok kepemimpinan yang kokoh, penuh kepedulian dan committed (amanah). Dalam hal Koppas Kumbasari, kepercayaan anggota terhadap model kepemimpinan alm IGN Ketut Suardika, BSc. terbukti telah memperkuat koperasinya selama lebih dari 20 tahun.***

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post