• Kopwan Setia Bhakti Wanita (SBW) Surabaya

    Jika ingin melihat usaha koperasi maju, lihatlah pada koperasi yang dikelola oleh kaum wanita. Statemen itu agak berlebihan memang bahkan bernuansa jender. Namun fakta di lapangan acap kali membuktikan bahwa sulit mencari koperasi yang hancur lantaran dikelola oleh kaum wanita. Olehnya sangat beralasan jika kita coba tengok kiprah Koperasi Wanita Setya Bhakti (Kopwan SBW) Surabaya yang dalam dua dekade terakhir ini masih mempunyai nama mencorong. Dalam perjalanannya selama 25 tahun, memang telah banyak capaian maupun prestasi yang telah diraih kopwan Jawa Timur ini. Ke dalam, SBW telah mampu meningkatkan omset, aset dan jumlah anggota. Sementara ke luar berbagai pengakuan juga telah didapat.

    Cerita suksesnya sering mengundang kagum. Tidak ada teori ekonomi maupun manajemen modern yang ikut membidani kebesaran SBW, tidak juga program atau kredit murah dari pemerintah. Semua bermula dari kumpulan arisan 35 orang ibu-ibu rumah tangga. Mereka adalah orang-orang yang punya komitmen dan idealisme. Setiap bulan berkumpul dari rumah anggota yang satu ke rumah anggota yang lain secara bergiliran. Nilai arisannya hanya sebesar Rp 2.000 per orang.

    Dari hasil perkumpulan arisan itu, kelompok ibu-ibu ini menggalang inisiatif pendirian usaha simpan pinjam pada 1975. Waktu itu anggota bisa pinjam Rp 5 ribu yang dicicil 5 kali, kemudian terus berkembang dan pinjaman bisa meningkat hingga Rp 10 ribu. Seiring waktu, modalpun bertambah, pinjaman bisa ditingkatkan menjadi Rp 50 ribu. Dan biasanya pinjaman oleh anggota digunakan untuk membuka usaha walaupun sifatnya temporer. Seperti misalnya membuat kue yang dijual tatkala lebaran.

    Sementara ditempat lain, tepatnya di Malang telah berkembang pula Kopwan Setia Budi Wanita. Dan kebetulan Ibu Syafril salah satu tokohnya dekat dengan anggota kelompok arisan ini. Sejak 1977 Ibu Syafril mulai datang ke pertemuan arisan untuk memperkenalkan tentang koperasi. Bahkan para kandidat pengurus Kopwan Setia Budi Wanita juga diajak. Memang ketika pertama kali diperkenalkan tentang koperasi, anggota kelompok arisan ini kurang begitu tertarik. Tapi rupanya Ibu Syafril tidak putus asa, pada setiap pertemuan selalu datang untuk memotivasi agar membentuk koperasi. Karena dari jumlah anggota, memang sudah memenuhi persyaratan.

    Setelah empat hingga lima kali pertemuan dengan Ibu Syafril, munculah keinginan untuk mencoba membentuk koperasi. Pada awalnya dipilihlah rumah Ibu Tatik Yudara sebagai kantor, dan kegiatan dilakukan di garasi. Tapi lama kelamaan garasipun tidak memadai sehingga harus masuk keruang tamu. Sementara ruang makan dijadikan tempat untuk ruang rapat pengurus. Dari anggota 35 orang kemudian beberapa orang mencoba membentuk kelompok baru hingga terbentuk 4 kelompok. Karena anggota sudah banyak, akhirnya Departemen Koperasi waktu itu diminta untuk melakukan pembinaan. Kemudian disarankan untuk mengajukan permohonan badan hukum (BH).

    Peranan Ibu Syafril tidak hanya berhenti sampai disitu, ia pun memperkenalkan keponakannya yang akan siap membantu dalam pembentukan koperasi. Keponakan itu yang kemudian dalam perjalanan telah berhasil membawa Kopwan SBW seperti saat ini. Dialah Ibu Yoos Lutfi.

    Kemudian pada tanggal 30 Mei 1978, Kopwan SBW diresmikan oleh Departemen Koperasi Kodya Surabaya dengan wilayah kerja Kecamatan Gubeng. Dua tahun kemudian tepat¬nya 15 Januari 1980 mendapat BH Depkop Kodya Surabaya, dengan nomor: 4362/BH/II/80. Seiring dengan perkembangan anggota, kantor pun berpindah dari sebuah garasi ke sebuah kantor di Jl Panglima Soedirman. Kantor tersebut milik Puskowanjati (Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur) yang direlakan untuk ditem¬pati dengan sewa relatif murah.

    Perjalanan terus berlanjut, dari tahun ke tahun jumlah anggota terus bertambah, dari 35 orang, menjadi 2.913 orang di tahun 1984. Perkembangan yang pesat itulah yang kemudian menuntut adanya perubahan ang¬garan dasar. Jangkauan kerja diperluas mencakup wilayah kerja Surabaya Timur. Seiring dengan bertambahnya anggota, tak pelak perubahan anggaran dasar, dilakukan lagi di tahun 1988. Saat itu anggota sudah mencapai 3.431 orang yang terbagi dalam 270 kelompok. Jang¬kauan tidak lagi sebatas Surabaya Timur tapi diperluas. Dari 19 kecamatan yang ada di Kodya Surabaya, 11 di antaranya masuk dalam wilayah kerja Kopwan SBW.

    Sampai dengan Desember 2001 anggota telah mencapai 9.832 orang yang dibagi dalam 348 kelompok. Sementara permodalan telah berkembang hingga mencapai Rp 33,775 miliar. Ketika kinerja Kopwan SBW dirasakan semakin mantap ada keinginan untuk memperluas wilayah kerja hingga seluruh Nusantara. Sayangnya keinginan anggota tidak bisa ter¬wujud karena alasan legalitas.

    Sistem arisan inilah yang dikembangkan menjadi sistem kelompok tanggung renteng. Jadi dalam kelompok tanggung renteng juga harus ada penanggung jawabnya atau disingkat PJ. Dia inilah yang mengkoordinir dan sebagai fasilitator terselenggaranya pertemuan kelompok. Dia pula yang harus bertanggung jawab lengkap tidaknya jumlah angsuran yang disetorkan ke Kopwan SBW. Kalau memang angsuran kurang, PJ juga harus bisa menggerakkan anggotannya untuk melakukan tanggung renteng (bermusyawarah untuk membagi tanggung jawab bersama-sama dengan seluruh anggotanya).

    Hanya bedanya bila dalam kelompok arisan, pertemuan kelompok bukanlah suatu kewajiban karena yang lebih diutamakan adalah membayar tanggungan arisan. Sedangkan dalam kelompok tanggung renteng, pertemuan menjadi hal yang wajib. Karena bagaimana bisa muncul jiwa kebersamaan bila di antara anggota tidak terjadi interaksi. Dan kalau tidak ada jiwa kebersamaan bagaimana mungkin diantara mereka mau saling menanggung. Jiwa individu yang justru akan menonjol. Kalau sudah demikian yang terjadi utangmu adalah tanggung jawabmu dan tidak akan mau tahu bila kamu mengalami kesulitan. Hal-hal seperti itulah yang membedakan antara koperasi simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng dan koperasi simpan pinjam lainnya. Tak mengherankan bila koperasi simpan pinjam dengan sistem tanggung renteng seperti yang diterapkan Kopwan SBW dan primer lain di Puskowanjati mampu menekan tunggakan.

    Sukses dengan tanggung renteng adalah trade mark Kopwan SBW. Koperasi yang nyaris kurang diperhitungkan ini, lantaran cuma dikelola para ibu-ibu dari sebuah garasi, kini telah memiliki gedung dua lantai di atas tanah seluas 1.400 m2. Memang semuanya tidak begitu saja terjadi melainkan melalui proses perjalanan panjang selama 25 tahun. Untuk memiliki gedung yang penggunaannya diresmikan oleh Bustanil Arifin (Menteri Koperasi waktu itu) pada 1988, anggota sepakat untuk tidak membagi SHU selama lima tahun.

    Kebutuhan terus bertambah, luas gedung serasa sesak ketika anggota telah mencapai 6000 orang. Kembali anggota urunan sebesar Rp 16 ribu yang diangsur selama 5 bulan. Hasilnya sebuah gedung lantai 2 diatas tanah seluas 400 m2. Dan 13 Januari 1996 diresmikan pemakaiannya oleh Subiakto Tjakrawardaya, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengu¬saha Kecil waktu itu.

    Waktu terus berjalan, anggota pun terus bertambah hingga 10 ribu lebih dan kegiatan semakin meningkat. Tak ayal gedung yang ada serasa sesak. Kembali Kopwan SBW membeli sebidang tanah untuk memperluas gedung lama tanpa harus minta sumbangan anggota seperti sebelumnya. Dengan adanya gedung baru ini unit toko bisa dikembangkan menjadi swalayan. Tradisi peresmian gedung baru oleh pejabat menteri terkait tetap berlanjut yang saat itu peresmiannya dibuka oleh Ali Mar¬wan Hanan seba¬gai Menegkop & UKM pada 22 April 2003.

    Sementara aset juga terus berkembang, sampai akhir tahun 2002 telah mencapai Rp 42 miliar. Sedang volume usaha mencapai Rp 59 miliar yang berarti omset rata-rata Rp 4,9 miliar per bulan. Untuk komposisi permodalan saat ini, 45 % modal sendiri dan 55 % modal pinjaman pada pihak luar. Adanya pinjaman pada pihak luar ini berkaitan dengan sistem plafon yang diterapkan untuk anggota yang pinjam. Artinya anggota mempunyai hak pinjam sebesar empat kali simpanan wajibnya.

    Untuk memproses semua kebutuhan pinjaman anggota, Kopwan SBW mengoperasikan unit simpan pinjam (USP). Setiap usai pertemuan kelompok paling lambat satu hari, PJ dan anggota yang mengajukan pinjaman datang ke bagian ini untuk setor angsuran dan realisasi pinjaman. Kemudian setiap bulan, bagian simpan pinjam mengirimkan tagihan pada anggota melalui PPL di pertemuan kelompok.

    Tahunpun terus berlalu, jumlah anggota terus meningkat, keberadaan toko atau waserda sudah dianggap tidak memungkinkan lagi. Kemudian anggota kembali menuntut pada RAT agar unit toko atau waserda dikem¬bangkan menjadi swalayan. Dan pada usia yang ke 25 tahun, Kopwan SBW berhasil merealisasi tuntutan anggota tersebut. Kini anggota bebas berbelanja dengan mengambil barang sendiri layaknya di swalayan. Dan ternyata dari perubahan ini juga berpengaruh pada meningkatnya omzet rata-rata per bulan. Sebelumnya rata-rata omzet Rp 588 juta per bulan, kini setelah menjadi swalayan menjadi Rp 665 juta per bulan.

    Di swalayan ini anggota bisa berbelanja secara tunai maupun kredit. Untuk yang menggunakan fasilitas kredit, setiap anggota diberi plafon Rp 300 ribu per bulan. Sedang untuk anggota yang punya toko mendapat fasilitas pinjaman sebesar Rp 1 juta hingga Rp 2,5 juta. Selain anggota, unit swalayan juga melayani non anggota.

    Bila ternyata anggota membutuhkan dana untuk usahanya, bisa mengajukan pinjaman di Unit Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Unit ini selain untuk anggota juga untuk masyarakat umum. Tapi perlakuan pinjaman di unit ini berbeda dengan di unit simpan pinjam. Di sini disyaratkan harus punya usaha yang sudah berjalan dan memakai agunan. Sedangkan suku bunganya 2 % flat per bulan. Dan pinjaman ini tidak terikat dengan kelompok karena sifatnya lebih individu. Saat ini dana yang dikucurkan sudah sebesar Rp 1,6 miliar untuk pembiayaan 338 UKM.

    Dari cikal bakal pendiri sebanyak 35 orang wanita itu, anggota Kopwan SBW kini telah berkembang menjadi 10 ribu orang lebih. Bermula dari 2 kelompok dalam satu kecamatan, kini berkembang menjadi 358 kelompok. Bukan lagi di satu kecamatan tapi tersebar di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Perkembangan anggota yang ribuan kali lipat itu, tidak mengurangi rasa kebersamaan. Melalui pertemuan kelompok setiap bulan, dan temu wicara setiap 6 bulan dan RAT membuat rasa kebersamaan selalu terasah.

    Bagaimana cara menjadi anggota? Tentu saja tidak sulit, apalagi bagi mereka yang memang senang menggalang usaha bersama. Ketentuan teknis yang ditetapkan Kopwan SBW untuk menjadi anggota adalah harus melalui kelompok-kelompok yang sudah ada. Diterima atau tidaknya seseorang menjadi anggota, tergantung dari hasil kesepakatan anggota kelompok yang akan dimasuki. Namun masyarakat juga bisa bergabung menjadi anggota Kopwan SBW dengan membentuk kelompok baru. Sedang persyaratannya, minimal sudah tergabung 15 orang wanita dan di antara mereka saling mengenal. Selain itu seluruh anggota harus bersepakat menerima dan menjalankan sistem tanggung renteng beserta konsekuensinya. Tentunya beberapa persyaratan administrasi juga harus dipenuhi.

    Ke depan, memang masih banyak tantangan ekonomi yang harus dihadapi oleh Kopwan SBW. Terlebih dengan semakin tajamnya persaingan di tengah pasar global yang mau tidak mau berimbas pada upaya kopwan ini mempertahankan kinerja. Dalam konteks ini kopwan mempersiapkan diri dengan menggalang berbagai aspek usaha berbasis partisipasi ekonomi wanita. Pola tanggung renteng masih akan dikedepankan sebagai nilai jual (selling point) dan sekaligus tipikal ekonomi yang beebasis pada aspek kultural bangsa Indonesia.

    Guna mengantisipasi berbagai tantangan global dan dinamika internal organisasi, Kopwan tentu saja dituntut proaktif dengan senantiasa meningkatkan capacity building sesuai prinsip prinsip pembangunan koperasi berkelanjutan.***

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post