• KUD Trisula Majalengka-Jabar

    Pemberian nama sebuah koperasi, bisa terinspirasi dari mana saja. Ambil contoh, nama Trisula yang tak lain merupakan sebuah rangkaian kata dari Tertib (T), Rapih (R), Indah (I), Sehat (S), Usaha (U), Lancar (L), dan Aman. Maksudnya, nama Trisula akhirnya terpakai oleh Koperasi Unit Desa (KUD) yang berlokasi di Desa Palasah, Kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

    Letak koperasi berada di jalur utama Bandung – Cirebon, kira-kira 25 km dari arah Cirebon. Berawal dari sebuah kelompok Tani “Tegal Simpur” yang berjumlah 42 orang, dengan modal dasar Rp 1.000 per orang. KUD Trisula yang berdiri sejak tahun 1983 ini, memiliki 27 kelompok usaha tani yang tergabung dari enam desa. Masing-masing di Desa Palasah, Cisambeng, Majasuka, Buniwangi, Enggalwangi, dan Sindanghaji.

    Luas lahan yang dikuasai oleh koperasi atau pemilik lahan anggota sekitar 2.000 hektar lahan sawah. Sekarang, jumlah anggota koperasi mencapai 2.224 orang, dengan jumlah aset mencapai Rp 2 miliar.

    KUD Trisula memiliki beberapa unit usaha, yaitu Rice Milling Unit (RMU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Perikanan, Peternakan, Sarana Produksi Pertanian (Saprodi)dan Perseroan Terbatas (PT) Trisula. Dari unit-unit tersebut, yang terbesar adalah unit pertanian padi di mana lahannya mencapai 2.000 hektar. Namun sampai saat ini yang bisa difasilitasi baru 500 hektar.

    Keberadaan KUD Trisula menjadi keuntungan tersendiri, dari sisi penyerapan tenaga kerja. Kini koperasi ini memiliki 150 karyawan tetap, sedangkan karyawan tidak tetap mencapai 100 orang.

    Hingga Oktober 2006, KUD Trisula diketuai oleh H Subani dan sekretaris oleh Toto Sumeto serta H Ikhsan sebagai ketua pengawas. Menurut penuturan para pengurus, KUD Trisula saat ini menjadi pilot proyek penerapan Model Resi Gudang yang kini sedang digodok untuk menjadi Undang-Undang.

    Pokok Persoalan
    Permasalahan yang kerap dihadapi para petani kita, antara lain rendahnya kemampuan modal untuk mengolah lahan pertanian mereka. Menutupi kekurangan tersebut, para petani tidak jarang harus berhadapan dengan rentenir demi mendapatkan permodalan.
    Di sisi lain kenyataan menunjukkan, petani tidak memiliki akses kepada sumber permodalan. Untuk memperoleh fasilitas kredit, petani menghadapi berbagai hambatan. Sejak tidak dimilikinya agunan berbentuk fixed asset seperti tanah dan bangunan, prosedur birokrasi dan administrasi yang berbelit-belit serta kurangnya pengalaman bank melayani petani di pedesaan.

    Selain karena posisi lemah, petani juga dihadapkan kepada beberapa masalah lain. Terutama tidak mudahnya para petani mengakses ke informasi pasar. Akibatnya, petani selalu dirugikan saat harus bertransaksi dengan para pembeli.

    Mengantisipasi kondisi tersebut, KUD Trisula melakukan berbagai program pemberdayaan kehidupan mereka melalui 27 kelompok tani. Program ini meliputi pengadaan irigasi melalui sumur-sumur pantek, benih pupuk, pestisida sampai peralatan produksi.
    Misalnya, seorang petani tidak memiliki biaya untuk membeli pupuk, maka ia bisa mengajukan pinjaman lunak lewat kelompoknya. Syaratnya, calon peminjam harus mengajukan proposal kepada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Trisula. Setelah disurvei, barulah ditentukan apakah orang ter­sebut layak atau tidak mendapatkan kredit. Pengembaliannya bisa tiap bulan atau ketika panen tiba sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dengan demikian, petani tidak perlu pusing karena ada alternatif permodalan yang mudah.

    Program Tunda Jual
    Para petani sering kali menerima kenyataan pahit. Tegasnya, ketika musim panen datang harga jatuh. Sementara di kala musim paceklik petani membutuhkan beras. Pengalaman berulang ini, mengilhami KUD Trisula membuat sebuah ikhtiar untuk mengamankan harga dasar gabah bagi petani. Salah satunya, membentuk program bernama “Tunda Jual” bagi petani. KUD Trisula, sampai Oktober 2006 memiliki tiga unit gudang penampungan gabah yang memiliki daya tampung sekitar 250 ton.
    Selama ini para petani selalu menyimpan gabahnya di gudang KUD Trisula, Manfaatnya, jika mereka memiliki keperluan keluarga misalnya, ia bisa meminjam ke KSP dengan mudah. Mengapa? Karena adanya jaminan gabah yang disimpan di KUD. Mereka bisa menjualnya ketika harga gabah menjadi tinggi.

    Program rintisan KUD Trisula ini menarik perhatian pemerintah. Bahkan menjadikannya sebagai pilot proyek pelaksanaan Resi Gudang yang jadi pembahasan dalam bentuk rancangan undang-undang di bidang pertanian.

    Melalui program tersebut, diharapkan harga gabah tidak jatuh. Keuntungan lainnya, penggilingan padi KUD Trisula tidak kekurangan gabah karena memiliki stok atau simpanan beras yang cukup banyak. Di samping itu, keberadaan KUD ini membantu petani untuk mendapatkan harga gabah yang lebih tinggi.

    Khusus bagi KUD Trisula, sejauh ini sudah memiliki pasar sendiri yang setiap bulan membutuhkan pasokannya. Artinya, pemasaran gabah bukan lagi masalah. Ambil contoh untuk kebutuhan karyawan saja setiap bulannya mencapai lima ton. Belum lagi untuk memenuhi jatah Bulog dan karyawan perusahaan tertentu.

    Berdayakan Petani
    Sistim resi gudang pada dasarnya dimaksudkan dapat mem­berikan solusi atas masalah-masalah sering yang dihadapi petani. Resi Gu­dang adalah suatu tanda bukti atau dokumen yang menyatakan pemilikan sejumlah komoditi dengan karakteristik tertentu yang dikelola perusahaan pergudangan secara profesional. Sistem ini telah dipraktikkan di beberapa negara. Salah satunya di Ghana dan terbukti mengalami keberhasilan terutama untuk meningkatkan produktivitas petani.

    Dalam konteks komoditi padi, sistem resi gudang sedang dipraktikkan di Indonesia walaupun dalam bentuk pilot proyek. Menurut Boy Supanget, kepala unit Resi Gudang KUD Trisula, keberadaan Resi Gudang ke depan sangat menjanjikan. Namun dia mensyaratkan, sistem ini akan berhasil jika ditunjang oleh sistem pemberdayaan petani yang baik pula. Sebab yang menjadi sasaran sistem ini adalah petani. Di samping komoditi yang akan disimpan juga harus memiliki kualitas, baik dari sejak benih sampai pengolahannya.

    Yang jelas, banyak manfaat penerapan bagi usaha tani dan para petani. Pertama, memobilitasi kredit pertanian dengan menciptakan kolateral yang aman bagi petani, pengolah dan pedagang (resi gudang dapat dijadikan sebagai agunan bank). Kedua, meningkatkan posisi tawar petani dengan memberikan pilihan bagi petani untuk menjual produknya pada waktu yang tepat. Ketiga, memperpanjang masa simpan atau penjualan komoditi yang dihasilkan petani.

    Keempat, mewujudkan pasar fisik dan pasar berjangka yang lebih kompetitif. Kelima, mengurangi peran pemerintah dalam stabilisasi harga komoditi pertanian. Keenam, mendorong kesadaran para petani menjaga komoditinya berkualitas (menjamin kualitas barang yang disimpan sama dengan kualitas yang diterima). Ketujuh, mengurangi biaya transaksi dengan penjaminan kualitas dan kuantitas. Kedelapan, memberikan kepastian nilai minimum komoditi yang dijadikan agunan.

    Namun demikian, kelancaran operasional sistem resi gudang akan sangat tergantung pada beberapa hal. Misalnya, keputusan menunda penjualan gabah akan menarik jika harga jual setelah panen akan mening­kat dan dapat menutupi biaya penyimpanan.
    Umumnya harga komoditi akan jatuh pada saat panen raya dan harga akan meningkat setelah musim panen berlalu. Kejadian ini, mungkin saja tidak terjadi akibat intervensi pemerintah terhadap harga pasar komoditi tersebut dengan harga subsidi. Ambil contoh kebijakan HPP (harga pembelian pemerintah) atas gabah, OPM (operasi pasar murni) oleh Bulog dan pembagian beras miskin (Raskin) buat rakyat miskin.
    Terkait sistem Resi Gudang, peran pemerintah perlu bergeser dari peran mempengaruhi harga ke penciptaan kerangka kelembagaan yang dibutuhkan. Tegasnya, pemerintah yang akan menggunakan sistim ini perlu memegang komitmen untuk tidak mengganggu pasar yang bakal berakibat mengacaukan harga pasar.

    Selain itu, sistem resi gudang juga mensyaratkan kualitas tertentu. Maksudnya, komoditi atau produk yang dititipkan dapat disimpan dan dipelihara dengan baik sampai batas waktu tertentu. Konkritnya, kebijakan pembinaan kesesuaian kualitas dan reduksi produk yang dihasilkan petani sangat penting dilakukan agar petani/produsen dapat mengakses sepenuhnya ke sistem penyimpanan ini.

    Tak kalah penting, kelembagaan pemasaran di tingkat petani perlu diperkuat. Antara lain melalui pembentukan dan penguatan kelompok pema­saran bersama atau koperasi. Terkait hal ini, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang semula hanya didesain untuk aspek produksi, dapat juga dibina untuk melakukan aktivitas pemasaran secara kolektif agar petani dapat mengakses sistem resi ini. Sosialisasi kepada para petani, sangat penting dilakukan untuk menjamin mereka memahami dan men­dukung sistim resi gudang.

    Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi keberhasilan sistem resi gu­dang ini, adalah kepercayaan dan minat dari bank atau asuransi untuk terjun dalam sistem ini. Di samping itu, sistem ini harus bisa menjamin adanya keuntungan, baik bagi bank maupun bagi petani. Karena bagaimana pun pelaksanaan sistem resi gudang akan membutuhkan modal yang besar dan itu bisa diperoleh melalui bank. Tapi yang pasti, sistem resi gudang merupakan alternatif konkrit untuk meningkatkan penghasilan petani.***

    Related Posts :



0 komentar:

Leave a Reply

Bookmark and Share

Recent Comment


ShoutMix chat widget

Random Post